Suku Mentawai, Salah Satu Suku Tertua Dunia yang Ada di Sumbar

Suku Mentawai, Salah Satu Suku Tertua Dunia Ada di Sumbar

Di Kepulauan Mentawai, Pulau Siberut, Sumatera Barat, masih ada suatu kelompok masyarakat yang masih mengandalkan hidupnya di alam dan jauh dari peradaban modern. Suku Mentawai ini menjalani gaya hidup pemburu-pengumpul semi-nomaden di lingkungan pesisir dan hutan hujan di pulau-pulau tersebut. Bahkan mereka juga dikenal sebagai peramu yang handal.

Para peneliti meyakini, nenek moyang dari suku Mentawai ini sudah mendiami lokasi kepulauan Mentawai sejak tahun 500 SM. Suku Mentawai didokumentasikan telah bermigrasi dari Nias – pulau dari utara – ke kepulauan Mentawai, hidup dalam kehidupan yang terisolasi selama berabad-abad hingga ditemukan pada 1621 oleh Belanda. Bahasa Mentawai termasuk keluarga bahasa Austronesia.

Tato Tertua di Dunia

Suku Mentawai memiliki ciri khas yang unik, yaitu tato pada sekujur tubuh mereka. Tato tersebut menandakan bahwa adanya peran dan status sosial di tiap penggunanya. Jadi tato bukan hanya sebagai aksesoris ataupun hiasan di tubuh saja. Namun tato pada suku Mentawai menggambarkan keseimbangan antara penghuni hutan dengan alam.

Namun ada yang tidak kalah menarik dari tato Mentawai ini, yaitu cara menato. Biasanya mentato tubuh dilakukan dengan cara menggunakan alat berupa jarum dan tinta khusus. Sementara di Mentawai, bahan yang digunakan untuk memberikan tato di tubuh suku Mentawai adalah bahan bahan alami. Arang adalah salah satu bahan alam yang digunakan untuk mentato.

Terlebih dahulu sang shaman alias para tetua suku akan mendoakan arang sebelum menato, dan diberikan kepada mereka yang akan diberikan tato. Karena bagi suku Mentawai tato adalah salah satu ritual adat yang sangat disakralkan. Ini pun menjadi sebuah hal yang dijunjung tinggi di dalam lingkungan suku Mentawai.

Makanan Pokok

Tak jauh beda dengan orang Papua, suku Mentawai juga mengonsumsi sagu sebagai bahan makanan pokoknya. Mereka memanfaatkan sagu sebagai bahan makanan utamanya. Sagu diolah oleh suku Mentawai  dengan cara dibakar dan menjadi bahan makanan sehari- hari. Selain sagu, makan daging hewan juga merupakan kebiasaan dari suku Mentawai. Mereka mendapatkannya dengan cara berburu di sekitar lokasi tempat tinggal mereka.

Tradisi Sikerei

Bagi Suku Mentawai keberadaan Sikerei sangat penting. Sikerei diyakini sebagai seorang yang memiliki kekuatan spiritual yang tinggi dan kedekatan dengan roh leluhur yang bisa menyembuhkan berbagai macam penyakit. Sikerei bertugas untuk melakukan penyembuhan pada orang sakit dengan memberikan ramuan obat sambil menarikan tarian khusus disebut dengan Turuk.

Turuk adalah tarian untuk memanggil arwah leluhur. Di dalam Suku Mentawai Sikerei diperlukan sangat baik. Selain Sikerei juga harus didampingi mediator yang bertugas menjaga kelancaran arus komunikasi antara penduduk suku dengan alam para arwah leluhur.

Selain tradisi tersebut, Suku Mentawai juga memiliki 4 marga besar yaitu sebagai beriku

Samakalek

Samakalek berada di Limau Simatula. Suku tersebut menyebar ke Simalegi sekitar Betaet (ibukota kecamatan Siberut Barat) menjadi Salabbekeu, sebagian anggota suku Salabbekeu kembali ke Simatalu dan memecah dengan nama beberapa suku, Siritoitet, Saroro, Sapojai, Sagulu, Saumanuk, Saurei, Samakalek.

Samoilanggan

Samoilanggan berada di daerah Simatalu tepatnya di daerah Saibi dan menyebar ke Saumanganyan menjadi Tasirileleu, ada yang ke Saibi menjadi Saerejen, beberapa orang dari samoilanggan menyebar ke ibukota kecamatan siberut utara Sikabaluan menjadi Sakelak Asak, yang menyebar ke daerah Saibi menjadi Sirirate kemudian menurunkan Satoko, yang ke Simalegi menjadi Tasirebdep, yang ke Sirilogui menjadi Saguntung, dan yang menyebar ke Sirilogui ada yang menamakan diri Sakatunang.

Taporuk

Di dalam Suku Mentawai, Klan Taporuk terbagi menjadi dua yaitu di Simalegi dan di Cimpungan. Taporu di cimpungan mitosnya adalah nama lain dari Samaloisa yang datang dari Nias ke Labuan Bajo, kemudian ke Simalegi merubah menjadi Sabolak, lalu ke Simatalu merubah menjadi Sakelak dan berganti nama menjadi Taporuk di Simatalu.

Saimpunuk

Saimpunuk tinggal di daerah Saibi. Kemudian menyebar dari Simatalu ke Simalegi bernama Siritubui, kemudian kelompok yang menyebar ke Terekan menjadi Sirisurak, lanjut ke Siriloggui menjadi Siribaru, lalu pindah lagi ke daerah Cimpungan menjadi Salalatek, terakhir pindah ke Bojakan menjadi Saempunuk.

Agama dan Keyakinan

Sebelum masuk agama Kristen, dulunya suku Mentawai mengikuti kepercayaan mereka sendiri yang disebut Sabulungan. Ini adalah kepercayaan animisme di mana segala sesuatu memiliki roh dan jiwa. Ketika arwah tidak diperlakukan dengan baik atau dilupakan, mereka mungkin membawa nasib buruk seperti penyakit dan menghantui mereka yang melupakannya. Mentawai juga memiliki keyakinan yang sangat kuat terhadap benda-benda yang mereka anggap suci.

Orang-orang Mentawai dicirikan oleh spiritualitas mereka yang kuat, seni tubuh, dan kecenderungan mereka untuk mengasah gigi mereka, sebuah praktik yang mereka rasa membuat seseorang menjadi cantik. Mentawai cenderung hidup serentak dan damai dengan alam di sekitar mereka karena mereka percaya bahwa semua benda di alam memiliki semacam esensi spiritual.

Namun kini hampir semua orang Mentawai sudah memeluk agama, khususnya agama Kristen, baik Protestan maupun Katolik, serta sebagian Islam dan beberapa diantaranya masih menganut kepercayaan lama, Sabulungan. (Disadur dari berbagai sumber)

Related Posts

Leave a Reply