Si Muntu, Sebuah Kesenian Minang yang Mulai Tergerus Zaman

Minangkabau merupakan salah satu etnis yang ada di Indonesia yang memiliki berbagai seni kebudayaan yang berbeda di setiap daerahnya.

Kebudayaan adalah keseluruhan gagasan dan karya manusia, yang harus dibiasakan dengan belajar, beserta keseluruhan dari hasil budi karyanya itu. Kebudayaan merupakan keseluruhan total dari apa yang pernah dihasilkan oleh makhluk manusia yang menguasai planet ini sejak jaman ia muncul di muka bumi kira-kira empat juta tahun yang lalu, sampai sekarang (perkiraan waktu munculnya manusia di muka bumi ini, adalah hasil analisa-analisa terbaru metode potassium-argon untuk mengukur umur lapisan-lapisan bumi). (Koentjaraningrat, 1974: 19-20)

Menjadi sebuah etnis tentunya harus memiliki sebuah pembeda dengan etnis lain, dan juga harus memiliki sebuah tradisi yang terus dikembangkan dan diturunkan kepada generasi ke generasi berikutnya.

Minangkabau sendiri memiliki berbagai macam bentuk kesenian yang beragam ada yang berbentuk lisan serta juga ada yang tidak lisan. Kesenian lisan disebut juga dengan sebuah karya sastra lisan yaitu seperangkat pertunjukan penuturan lisan yang melibatkan penutur dan khalayak menurut tata cara dan tradisi pertunjukannya. (Udin, 1996:1)

Minangkabau tidak hanya memiliki alam yang indah, akan tetapi juga kaya akan kebudayaannya. Salah satu kebudayaannya adalah seni Si Muntu. Tidak hanya itu, pada alek nagari beragam kesenian berbau Minangkabau bisa kita saksikan, seperti tari piring, debus, lukah gilo, pencak silat, dan kesenian lainnya.

Kebudayaan seni Si Muntu merupakan sebuah kegiatan alek nagari yang diadakan oleh pemuda pemudi di Andaleh Baruh Bukik pada setiap momen lebaran Idul Fitri. Tujuan dari kebudayaan ini adalah mengenalkan kepada semua orang bahwa seni Si Muntu masih melekat di jiwa pemuda pemudi di Minangkabau.

Namun, untuk saat ini seni tersebut tidak lagi banyak diketahui oleh generasi muda. Tari Si Muntu sudah termasuk menjadi salah satu tradisi Minangkabau yang mulai tergerus oleh kebudayaan luar, kalau ditanya kepada generasi muda saat ini apa itu Si Muntu, sudah barang pasti gelengan kepala yang akan mereka lakukan.

Si Muntu yakni seluruh tubuhnya dibungkus dengan ijuk. Wajahnya bertopeng seperti monyet, dan selalu bertingkah lucu.

Menurut Datuak Putiah Niniak Mamak di nagari Andaleh, Si Muntu sudah ada sejak jaman dahulu masa kerajaan Pagaruyung dan dipergunakan juga untuk mencari sumbangan bagi kegiatan kalangan anak muda.

Datuak Putiah menyebutkan, “Jarang rumah yang didatangi tidak memberikan sumbangan. Sehingga modal acara kesenian jadi berlebih. Sejak itu pula, sudah jamak di nagari-nagari mempergunakan Si Muntu sebagai pencari dana. Sehingganya keberadaan Si Muntu masa lalu dapat diibaratkan sebagai bentuk proposal sebuah kegiatan.”

Datuak Putiah juga mengungkapkan, “Kini zaman telah berubah. Si Muntu sudah jarang dipertontonkan lagi. Hiburan sudah banyak, kalangan pemuda pemudi pun kini maunya serba instan. Sebagai seorang Niniak Mamak ia berharap, agar Si Muntu terus dilestarikan melalui undangan ke acara yang dilaksanakan baik oleh Pemkab maupun di seluruh nagari.”

Oleh: Puja Apriani, Penulis adalah Mahasiswi jurusan Sastra Minangkabau, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Andalas

Sumber artikel dan photo : Minangkabaunews.com

Related Posts

Leave a Reply