Yeni adalah sosok pedendang wanita tradisional minangkabau, yang lahir di Surian, Kecamatan Pantai Cermin, Kabupaten Solok selatan, pada tahun 1969. Ketika ditanya tanggal dan bulan lahirnya, ia sudah tidak ingat lagi dan ia hanya ingat pada tahun kelahirannya. Mungkin hal tersebut terjadi karena tidak ada yang memberi taunya, dan mungkin bagi Yeni mengingat tanggal dan bulan lahir bukanlah suatu keharusan.
Yeni berasal dari keluarga yang bisa dibilang sangat sederhana, dia merupakan anak tertua dari delapan bersaudara. Karena keadaan ekonomi yang sangat lemah Yeni tidak bisa untuk melanjutkan pendidikannya, ia hanya menempuh pendidikan di jenjang Sekolah Dasar atau orang dulu menyebutnya dengan Sekolah Rakyat.
Faktor ekonomi yang rendah juga menjadi salah satu hal yang membuat Yeni memutuskan untuk menikah muda. Katanya dulu, kalau anak perempuaan hanya berdiam diri di rumah tanpa melakukan pekerjaan, maka anak itu harus siap-siap untuk dinikahkan.
Pada saat itu Yeni menikah dengan seorang pria yang pekerjaan lumayan bisa untuk mencukupi kebutuhaannya. Di pernikahan ini dia di karunia dengan tiga orang anak. Namun sayang, pernikahan ini tidak bertahan lama, dikarenakan sang suami mengalami kecelakaan ketika sedang bekerja yang membuat suami meninggal dunia di tempat ia kecelakaan.
Tiga tahun Yeni menjadi janda, pada tahun 2002 dia menikah lagi dengan seorang pria yang waktu itu pekerjaanya sebagai kuli bangunan. Di pernikahan ini Yeni dikarunia dengan empat orang anak. Jadi, jika ditotalkan anak Yeni berjumlah sebanyak tujuh orang.
Yeni sekarang tinggal bersama suami keduanya dan lima orang anaknya di tanah kelahiran suaminya yaitu di Simpang Gaduik, Lubuk Kilangan. Yeni harus mengikuti suaminya, karena pada saat itu, dia bekerja sebagai kuli bangunan di daerah tersebut. Namun pekerjaan suaminya sebagai kuli bangunan tidak bertahan lama, dikarenakan pada waktu bekerja sang suami mengalami kecelakaan yang mengakibatkan tempurung kakinya pecah dan membuat dia pada saat itu tidak bisa berjalan dan memutuskan untuk berhenti bekerja sebagai kuli bangunan.
Karena mengingat tiga orang anaknya yang masih bersekolah, Yeni memutuskan untuk membantu suaminya dalam mencari nafkah dengan bekerja sebagai pengamen tukang dendang di salah satu SPBU pertamina yang berada di Banda Buek. kebutalan suaminya juga bisa memainkan alat musik Rabab. Jadi, ketika Yeni berdendang maka suami Yeni mengiringinya dengan permainan musiknya.
Ketika bekerja Yeni selalu membawa anak bungsunya yang pada saat itu berumur delapan tahun dan sedang menempuh pendidikan Sekolah Dasar yaitu kelas empat. Alasan Yeni sering membawa anak bungsunya di karenakan anak itu bisa membawa rezeki. Katanya, kalau membawa anaknya itu maka ia bisa mendapatkan penghasilan yang lebih dari biasanya.
Pengasilan Yeni dan suaminya beragam, kadang dalam sehari itu ia bisa mendapatkan Rp. 100.000 lebih dan kadang hanya mendapatkan Rp. 50.000 saja. Dari penghasilan yang seperti itu Yeni masih bisa menyekolahkan ke tiga orang anaknya, dan bahkan kata Yeni dia berniat untuk mengguliahkan anak-anaknya itu. Yeni juga mempunyai kelompok berdendang yang beranggotakan sebanyak empat orang, dan kelompkanya itu masih sering mendapatkan undangan-undangan untuk mengisi sebuah acara. Dari undangan itu biasanya mereka dibayar Rp. 1.500.000 sampai Rp. 2.000.000 untuk satu malam penampilan.
Pada awalnya Yeni bisa berdendang karena diajarkan oleh neneknya. Nenek Yeni merupakan seorang pendendang wanita juga. Neneknya sering membawa Yeni ke tempat acara di mana ia sedang bermain. Karena hal tersebutlah Yeni dengan mudah bisa mempelajari dendang.
Di usia sepuluh tahun Yeni sudah bisa berdendang. Menurut Yeni dalam belajar dendang harus dimulai dari dalam hati, kalau hanya atas unsur keterpaksaan mempelajari dendang, maka hasilnya akan nilil.
Dalam mempelajari saluangpun orang harus bisa berdendang terlebih dahulu, supaya bunyi yang dihasilkan dari saluang itu bisa terdengar indah didengar oleh pendengar.
Nenek Yeni juga pernah berkata kepadanya, bahwasanya dia tidak boleh melupakan dendang dan selalulah berdendang dengan memakai pakaian adat Minangkabau. Kata-kata dari neneknya itu lah yang selalu membuat Yeni semangat dalam berdendang dan selalu memperhatikan penampilan dalam berdendang.
Di rumahnya, Yeni banyak mempunyai pakaian adat Minangkabau, pakaian inilah yang biasa ia pakai ketika tampil di dalam sebuah acara. Dan Yeni juga mempunyai banyak kaset-kaset dendang dulunya. Mungkin sekarang kaset-kaset itu tidak diperjual belikan lagi karena telah tergantingan dengan kaset musik-musik modern.
Menurut Yeni, berdendang di zaman sekarang sudah tidak di lirik lagi. Karena telah banyaknya musik-musik modern yang lebih disukai oleh generasi muda. Beda dengan zaman dulu, pada zaman dulu berdendang sangat diminati.
Yeni berkata ia pernah masuk di salah satu stasion TV yang ada di kota Padang, yang membuat namanya banyak dikenal oleh masyarakat pada kala itu. Namun hal itu hanya terjadi sementara.
Menurut Yeni, sekarang orang lebih suka melihat penampilan orgen-orgen, yang katanya orgen bukanlah suatu yang berasal dari Minangkabau. Tapi di masa sekarang dalam acara baralek di Minangkabau orang lebih sering mengadakan pertunjukan orgen-orgen yang tidak jelas. Hal itu lah yang membuat kebudayaan minangkabau ini hilang, karena tidak adanya orang yang mau melestarikan. Jikalaupun ada orang yang masih suka melihat dendang, mayoritas orang-orang itu yang sudah berumur tua dan tidak tau bagaimana cara untuk melestarikan kebudayaan. Sedangkan, pemuda-pemudi yang selalu menjadi harapan dalam pelestarian kebudayaan ini, malah sibuk dengan urusan masing-masing dan lebih suka terhadap kebudayaan luar yang menurut mereka lebih modern dan keren, dan menganggap kebudayaannya kuno dan tidak menarik.
Pemikiran kuno inilah yang harus dihapuskan dalam cara berpikir anak muda sekarang. Karena semakin mereka terus berpikiran kalau sesuatu yang kuno itu jelek dan tidak bagus, maka dalam pelestariaan kebudayaan ini pun tidak akan terlangsung. Bukankah sekarang zamannya dimana yang dianggap kuno dulu sekarang menjadi suatu yang tren. Salah satu contohnya adalah dalam berpakaian. Dulu, celana cutbray dianggap kuno oleh anak-anak muda, tapi sekarang celana cutbray banyak dicari oleh orang-orang. Hal itu terjadi karena adanya salah seorang yang mau menggenalkan kembali celana cutbray ini kedalam bentuk yang lebih menarik sehingga membuat orang tertarik juga untuk mencobanya.
Begitu jugalah dalam melestarikan kebudayaan. Harus adanya orang yang mau mengenalkan kembali kebudayaan yang hampir mati itu ke dalam yang lebih menarik yang sesuai dengan kesukaan orang pada zaman sekarang. Orang itu siapa lagi kalau bukan generasi-generasi muda. (*)
Oleh: Nabila Mayesa
/* Penulis adalah Mahasiswa Jurusan Sastra Minangkabau, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Andalas
Sumber Artikel dan Photo : minangkabaunews.com