Salut! Saluang pun Terkenal Hingga ke Bangkok

Salut! Saluang pun Terkenal Hingga ke Bangkok

SARIBUNDO.BIZ – Institusi kesenian di Indonesia memiliki kesamaan: memiliki “spesies” mahasiswa yang bertubuh kurus dan berambut panjang alias gondrong.

Jika pemuda berambut gondrong identik dengan pandangan negatif, seperti malas-malasan, tidak dengan Agung Hero Ernanda atau yang biasa dipanggil Eru, pemuda asal Padangpanjang, Sumatera Barat. Ia berhasil mengharumkan nama bangsa Indonesia di kancah internasional.

Berbekal alat musik tradisional gendang Sunda, kecapi Payakumbuh dan saluang, pemuda gondrong ini bisa  tampil di acara C Asean, yang diadakan di Thailand, pada Sabtu (12/12). Dalam acara tersebut, sejumlah duta besar negara Asean hadir sebagai tamu undangan dan ia menampilkan Saluang.

Eru tidak sendiri. Ia tampil bersama sembilan anak muda negara Asean lainnya di atas panggung yang berada di Gedung Cyber World Tower, Ratchadapisek.

CNN Indonesia pertama kali bertemu dengan Eru di sela sesi latihan terakhir Sabtu kemarin. Pemuda berusia 24 tahun itu yang pertama kali menyapa.

“Wah, akhirnya ketemu juga. Sudah lama ingin ngomong bahasa Indonesia,” kata Eru dengan logat Minang yang kental.

Berbeda jauh dengan persepsi negatif tentang pemuda kurus dan gondrong, Eru tampak bersemangat saat menceritakan kehadirannya di Negeri Gajah Putih ini.

“Saya sudah pernah datang pada September lalu November. Saya ke sini cuma bawa uang Rp100 ribu dan baju seadanya. Saya bahkan cuma pakai sandal jepit,” ujar Eru sambil tertawa.

“Dari bandara sampai panitia C Asean melihat saya dari atas bawah, untuk memastikan tampang saya sama dengan yang di paspor,” lanjutnya terbahak.

Hingga kini, Eru belum tahu pasti mengapa dirinya yang terpilih untuk ikut aksi kolaborasi musik negara-negara Asean ini.

Tapi ia mengucapkan rasa terima kasihnya kepada komposer musik asal Indonesia, Frankie Raden, yang memilihnya sebagai utusan Indonesia.

“Saya kuliah jurusan Seni Karawitan di Institut Seni Indonesia (ISI) Padangpanjang. Suatu hari saya dapat telepon dari Pak Frankie. Ia lalu mengurus segalanya dan mendatangkan saya ke sini. Tentu saja saya sangat bangga,” kata Eru.

Eru memang patut berbangga hati. Meski bermodalkan sandal jepit, ia berhasil mewarnai 11 lagu yang dibawakan pada acara itu.

Tidak hanya lagu tradisional Indonesia berjudul Tak Tontong yang dibawakan, Eru juga akan memadukan nada gendang, kecapi dan saluang untuk mengisi aransemen alunan musik lagu-lagu tradisional Brunei Darusaalam, Kamboja, Laos, Myanmar, Malaysia, Singapura, Vietnam, Filipina dan Thailand.

“Segalanya sih mudah-mudah saja. Hanya saja saya suka mentok kalau urusan bahasa,” kata Eru.

“Saya biasa ngobrol normal dengan Malaysia dan Brunei. Kalau sama yang lain saya pakai bahasa tubuh hahaha,” lanjut Eru.

Mengaku kesulitan berbahasa Inggris yang baik dan benar dengan kesembilan teman barunya, namun Eru tampak akrab bercengkrama dengan Kammathep Theeralertrat yang akrab disapa Up, pemuda seumurannya asal Thailand pemain alat musik ranad, sejenis xylophone.

Saluang

Hal ini diketahui ketika Up tiba-tiba menghampiri Eru dan mengajaknya berbicara dalam bahasa Thailand.

Eru dengan santai menjawab pertanyaan Up, “Saya sudah punya kunci kamar, kamu tidur duluan saja.”

Lalu Up menjawab, seakan mengiyakan, masih dalam bahasa Thailand.

Percakapan mereka terasa aneh. Menggelikan sekaligus mengharukan. Di antara banyaknya semboyan-semboyan perdamaian dan persatuan yang terasa gombal, persahabatan Eru dan Up bisa menjadi contoh nyata, bagaimana dua pemuda berbeda bahasa ini mampu berkomunikasi tanpa batasan kebudayaan.

Peleburan budaya memang menjadi visi dan misi acara. Dikutip dari pernyataan Sutthipun Nujjaya, Direktur Pengembangan Bisnis C Asean yang ditemui CNN Indonesia sebelumnya, kelompoknya ingin kolaborasi antara Eru dan kesembilan kawannya menjadi awal dari kebangkitan Asean.

“Siapa lagi yang bisa membangun Asean jika bukan anggotanya sendiri?” kata Nujjaya.

“Acara ini bukan ingin menunjukkan persaingan antar sesama negara Asean. Melainkan untuk menunjukkan kalau kita tampil bersama-sama, maka Asean bisa memberi pengaruh yang lebih kuat kepada dunia,” lanjutnya.

Musik menjadi alat C Asean untuk menunjukkan kekuatan negara Asean. Karena bagi Sujjaya, musik ialah bahasa paling universal, jika bahasa daerah atau Inggris tidak mudah dimengerti.

“Ini memang terdengar klise. Tapi jujur saja, saya sendiri tertarik dengan Indonesia setelah mendengarkan alat musik yang dibawa Eru. Begitu juga dengan negara lainnya. Keindahan kolaborasi musik pasti bisa membuat kesenian, kebudayaan dan bisnis Asean lebih maju lagi,” ujar Sujjaya.

“C Asean bukan milik Thailand. Saya mendukung C Asean bukan karena saya warga Thailand dan acara ini berlangsung di Thailand, tapi karena saya anggota Asean. Saya harap seluruh anggotanya pun demikian,” tutupnya. sumber

Related Posts

Leave a Reply