Rumah Gadang, Rumah Tahan Gempa dari Minang

Rumah Gadang, Rumah Tahan Gempa dari Minang

Gempa 30 September 2009 di Sumatera Barat memberi banyak pelajaran berharga tentang kesiapsiagaan bencana. Jatuhnya banyak korban jiwa dan luka-luka, sebagian besar akibat tertimpa bangunan yang roboh adalah salah satunya.

Hal itu ibarat pertanda, kearifan lokal yang diajarkan nenek moyang orang Minangkabau selama ratusan tahun dalam membangun rumah, tidak hidup lagi dalam kebiasaan sehari-hari masyarakat.

“Rumah gadang adalah sintesa bagaimana orang Minangkabau menjawab persoalan. Struktur dan bentuk rumah gadang merupakan karsa, budaya dan pikiran yang berproses dalam waktu lama,” kata Dosen Teknik Arsitektur Universitas Bung Hatta, Eko Alvares, Kamis (16/5/2013) kepada ranahberita.com.

Ranah Minang yang rawan dengan persoalan gempa dan berbagai bencana, dijawab dengan rumah gadang yang aman terhadap berbagai bencana itu.

“Sistem struktur dan arsitektur rumah gadang, tidak hanya indah, tapi adalah sebuah sintesa. Semua itu didapat dari alam. Di alam, misalnya, tidak ada garis lurus, hal itu diadopsi rumah gadang,” kata Eko.

Budayawan Minangkabau Musra Dahrizal Katik Rajo Mangkuto memaparkan, rumah gadang dibangun berangkat dari filosofi adat Minangkabau yang berguru pada alam.

“Sebelum membangun rumah, segala hal diperhitungkan, dimulai dari pemilihan lokasi rumah. Hal pertama yang dilihat apakah aman dari banjir, longsor atau galodo (banjir bandang). Juga diperhitungkan arah angin dan matahari. Setelah itu baru diperhatikan soal pemandangan.”

Ketika mulai membangun rumah, menurut pria yang akrab disapa Mak Katik ini, tiga elemen kunci rumah gadang yang membuatnya aman dari gempa harus diingat.

“Pertama, rumah gadang menggunakan sistem pasak, tidak dipaku mati. Hal ini membuat strukturnya akan ikut bergoyang elastis mengikuti gerakan, bila gempa terjadi, namun tidak terlepas.”

Di bagian bawah, tiang rumah gadang tidak langsung terhubung ke tanah. “Di bawah tiang ada batu sandi, yang akan meredam getaran dari bawah saat terjadi gempa,” kata Dahrizal yang akrab dipanggil Mak Katik ini.

Pada bagian atas, menurutnya, atap rumah gadang terbuat dari bahan ijuk yang ringan. “Sehingga, mengurangi beban berat bagi bangunan. Sekarang banyak yang mengganti dengan seng, yang juga relatif ringan. Tapi, tidak ada rumah gadang yang beratap genteng yang berat,” kata Mak Katik.

Senada dengan itu, peneliti konstruksi rumah gadang Darmansyah mengatakan, rumah gadang aman dari gempa karena sistem material dan sistem konstruksinya yang terukur.

Dari sisi materialnya, rumah gadang dibuat dari kayu-kayu terpilih yang cocok. Tiang dibuat dari kayu yang keras, kuat dan tahan lama. Begitupun untuk dinding, kuda-kuda dan atap dipilih dari bahan yang baik dan tersedia di Minangkabau.

Sementara, sistem konstruksi rumah gadang elastis karena pasak dan sandi.

“Sambungan konstruksi berupa pasak tidak mematikan gerak. Ketika gempa terjadi, distribusi gerak akibat gempa dilepaskan. Peletakan pondasi di atas batu sandi memperkuat elastisitas itu,” kata Darmansyah yang juga aktif di Lembaga Penanggulangan Bencana Alam (LPBA), Nahdatul Ulama (NU) Sumbar itu.

Goyangan gempa dari tanah, menurutnya, terdistribusi ke seluruh bangunan. “Tidak berhenti pada sendi atau sudut bangunan yang bisa membuat sendi rusak sehingga membuat bangunan roboh.”

Selain aman dari gempa, rumah gadang juga dari angin kencang. “Dinding rumah gadang yang miring merupakan siasat menghadapi angin kencang. Angin yang menerpa dinding yang miring akan dialirkan ke bagian kolong rumah, sehingga rumah tetap aman,” kata Darmansyah.

Karena itu, tak ada rumah gadang yang roboh akibat gempa pada 2009 dan juga berbagai kejadian gempa sebelumnya. Yang roboh hanya filosofi yang dikandungnya, ketika semua orang abai memperhatikan pesan kearifannya. sumber

Related Posts

Leave a Reply