SARIBUNDO.BIZ – Menikah dengan pasangan yang sesuku bagi orang Minang, Sumatera barat adalah hal yang tabu. Bagi yang melakukan perkawinan sesuku ini bisa dipastikan bakal termarjinalkan dari lingkungan keluarga dan masyarakat Minang dimana mereka tinggal.
Di tanah Minang, perkawinan sesuku tidak diizinkan, kendati beda kabupaten/kota, kecamatan, desa, atau jorong. Intinya, selagi mereka dalam adat Minang satu suku (pisang, chaniago, koto, sikumbang, piliang dll), maka akan sulit melangsungkan sebuah pernikahan.
Perpisahan dan pembatalan seakan telah menjadi sebuah hal lazim jika mereka yang hendak menikah diketahui sama-sama berasal dari satu suku. Meskipun sudah berkenalan cukup lama, sudah ada planing jangka panjang pun barangkali tidak menjadi bahan pertimbangan bagi mereka untuk mendapat legalitas perkawinan.
Menikah sesuku menurut logika hukum Minangkabau tidak baik. Sanksinya jika dilanggar adalah sanksi moral, dikucilkan dari pergaulan. Bukan saja pribadi orang yang mengerjakannya, tapi keluarga besar pun mendapat sanksinya. Selain itu juga beredar mitos di Minangkabau, yang sudah diyakini turun-temurun, nikah sesuku akan membawa petaka dalam rumah tangga.
Berikut 7 alasan mengapa masyarakat Minangkabau melarang keras pernikahan sesuku.
Menciptakan Keturunan yang Tidak Berkualitas
Ilmu kedokteran mengatakan keturunan yang berkualitas apabila si keturunan dihasilkan dari orang tua yang tidak mempunyai hubungan darah sama sekali. Adapun keturunan yang terlahir akibat hubungan darah yang sama akan mengalami kecacatan fisik dan keterbelakangan mental (akibat genetika).
Secara genetis sebanyak 25 persen anak hasil perkawinan sedarah akan mengalami kelainan bawaan. Contoh penyakit yang disebabkan oleh penyakit keturunan antara lain buta warna, hemofilia (kelainan genetik karena kekurangan faktor pembekuan darah), thallassaemia (kelainan darah), alergi, albino, asma, diabetes melitus dan penyakit-penyakit lainnya yang dibawa oleh kromosom. Selain itu juga ada tinjauan psikologis yang tidak mudah untuk dihindari.
Mengganggu Psikologis Anak
Anak-anak hasil dari perkawinan sesuku tidak memiliki suku/kampuang di kenegerian Lipat kain dan tidak memiliki hak-hak secara adat. Kemudian anak tersebut disamakan statusnya dengan anak hasil perzinahan/anak luar nikah atau dalam bahasa kampungnya “Anak Gampang”.
Kehilangan Hak Secara Adat
Hasil penelitian menunjukkan bahwa dengan perkawinan satu suku berdampak pada rusaknya tatanan adat yang sudah berlaku sejak lama, pemberian sanksi bagi pelaku dan keluarga baik moril maupun materiil, serta hilangnya hak terhadap harta pusaka dan kaburnya sistem kekerabatan matrilineal dan cenderung mengarah ke sistem parental.
Membawa Kerugian Materi
Denda secara adat/diberi hutang satu ekor kerbau, dimana keluarga pelaku kawin satu suku didenda satu ekor kerbau dan mereka harus memasaknya sendiri. Setelah selesai dimasak maka dipanggil seluruh warga untuk menikmati hidangan, hal ini dilakukan untuk memberikan sanksi kepada keluarga besar pelaku kawin sesama suku.
Mempersempit Pergaulan
Pengucilan secara adat yang disebut dengan kiasan “dilotakan di Bukik nan tak baagin, dilugha nan tak basaghok”. Dalam adat-istiadat di Rantau Kampar Kiri kemenakan yang melakukan kawin sesuku, dianggap seperti binatang yang tidak punya malu, kiasannya “Laksana buah baluluk, tacampak ka aie indak dimakan ikan, tacampak kadaek indak diicatuk ayam”.
Bentuk nyatanya pengucilan ini adalah seperti, apabila keluarga yang melakukan kawin sesuku melakukan pesta maka masyarakat adat tidak akan menghadirinya (Uma indak ditingkek, nasi indak dimakan, aie indak diminum).
Pelopor Kerusakan dalam Kaum
Mereka yang kawin sesuku diyakin sebagai pelopor kerusakan hubungan dalam kaumnya (kalangan satu suku). Ketika pernikahan sesuku terjadi, konflik besar akan mudah terjadi. Ibaratkan sebuah negara, akan lebih mudah hancur apabila terjadi perselisihan sesama rakyatnya daripada perselisihan sesama dengan negara lain.
Ketika suami istri bertengkar lalu saling mengadu ke orangtua masing-masing, maka kedua orangtua mereka juga mengadu ke saudara-saudaranya, ke mamak, ke datuk. Akhirnya terjadilah banyak pertengkaran, padahal mereka badunsanak dan sesuku. Akhirnya suku hancur gara-gara perkawinan ini.
Rumah Tangganya Akan Selalu Dirundung Pertekengkaran dan Perseteruan
Bagi yang melakukan kawin satu suku, secara sosiologis berpengaruh terhadap kepribadian anak. Anak hasil perkawinan satu suku akan berahlak buruk dan juga berdampak pada pasangan itu sendiri, rumah tangganya tidak harmonis, sering terjadi pertengkaran daN perseteruan dalam keluarga itu.
Sedangkan dikaji secara antropologi, kawin satu suku dapat menyebkan kesenjangan salah satu unsur kebudayaan atau penyimpangan unsur kebudayaan. Salah satu unsur kebudayaan tersebut adalah adat. Karena itu kawin satu suku merupakan penyimpangan adat.
Disarikan dari efekgila