SARIBUNDO.BIZ – Adat dan budaya alam Minangkabau memang unik. Sebagaimana kebudayaan pada umumnya, budaya Minangkabau adalah pembeda, ia adalah ciri khas, jati diri dan penanda asal-usul dari seseorang. Sehingga selama anak-anak Minangkabau masih memegang teguh warisan budayanya itu, dimana pun ia hidup, kemanapun ia pergi ia tidak akan kehilangan identitas. Anak-anak Minang itu tidak akan kehilangan asal-usul, mereka masih memiliki kampung halaman untuk pulang. Atau minimal, ketika ada yang bertanya “orang mana?” mereka bisa dengan bangga bilang “orang Minang”. Salah satu contoh yang sangat populer dari masih kentalnya budaya Minangkabau adalah prosesi pernikahan yang masih menggunakan gaya pernikahan Minangkabau—meskipun mereka besar dan telah lama menetap di rantau sekalipun.
Bicara soal pernikahan, pernikahan adat Minangkabau adalah momentum yang sangat penting bagi orang Minang. Tidak hanya bagi kedua pengantin dan keluarga besar, melainkan juga bagi masyarakat sekitar. Saat sebuah keluarga menggelar pernikahan maka masyarakat sekitar akan membantunya, hal itu akan dilakukan bergilir dalam konsep gotong-royong atau julo-julo (arisan). Pernikahan adat Minangkabau itu sendiri memiliki keunikan tersendiri. Sebelum dan sesudah ijab kabul harus didahului dengan tahapan-tahapan yang panjang. Apa saja tahapan itu, yuk disimak.
Malam Bainai
Prosesi ini sangat populer sebab ada lagunya. Malam bainai adalah prosesi dimana diletakan tumbukan halus daun pacar merah atau daun inai ke kuku-kuku calon anak daro. Tradisi ini adalah ungkapan kasih sayang dan doa restu dari para sesepuh keluarga mempelai wanita. Tak cukup sampai di situ pertunjukan kasih sayangnya, pada beberapa daerah/nagari di Minangkabau calon mempelai wanita juga digiring untuk acara mandi-mandi pada siang atau sore hari sebelum malam bainai itu. Seiring perkembangan zaman (dan akultrasi nilai-nilai Islam di dalam adat) acara mandi-mandi ini diganti secara simbolik sebelum proses bainai. Di mana para sesepuh dan kedua orang tua akan memercikkan air harum tujuh kembang kepada calon anak daro, setelah itu barulah kuku-kuku calon mempelai wanita tadi diberi inai.
Akad Nikah dan Penyambutan di Rumah Anak Daro
Akad nikah biasanya diadakan di mesjid namun jika akad nikah digelar di rumah anak daro maka prosesi penyambutan akan digelar. Marawa-marawa menghiasi sepanjang jalan ke rumah. Pemain-pemain musik tradisional disiapkan. Talempong dan gandang ditabuh demi meriahnya suasana. Calon pengantin pria akan dipayungi dengan payung kehormatan. Anak-anak gadis berpakaian adat akan menyuguhkan sirih secara bersilang dari pihak tuan rumah ke niniak mamak yang ada dalam rombongan calon mempelai pria, dan dari pihak tamu yang datang kepada niniak mamak dalam rombongan yang menanti.
Bila kedua mempelai telah resmi menjadi sepasang suami-isteri setelah akad nikah, maka mereka berdua dipersilakan untuk basandiang atau bersanding di pelaminan. Di saat itulah nanti mereka akan menanti tamu-tamu yang datang. Keluarga dekat, keluarga jauh hingga ke teman-teman dan seluruh undangan yang ikut hadir. Basanding ini dilakukan baik di rumah anak daro maupun di rumah marapulai.
Tradisi Pascapernikahan
Terakhir adalah tradisi pascapernikahan. Setelah berbagai prosesi dilakukan dan kedua mempelai sudah resmi menjadi sepasang suami-isteri maka akan dilaksanakan tradisi lanjutan. Tradisi setelah pernikahan ini banyak pula, diantaranya: manjalang dimana pihak anak daro akan beramai-ramai ke rumah keluarga marapulai; mamulangkan tando atau mengembalikan tanda cincin pada prosesi batimbang tando; malewakan gala marapulai adalah prosesi di mana pihak keluarga laki-laki mengumumkan gala/panggilan adat terhadap marapulai di rumah isterinya–adat Minangkabau melarang keluarga isteri untuk memanggil nama pada sumando; balantuang kaniang khusus prosesi yang satu ini rasanya cukup memalukan tapi toh sudah halal, kedua mempelai akan malantuangan kaniang atau mengadu kening di atas pelaminan; mangaruak nasi kuniang adalah prosesi dimana kedua mempelai dihadapkan dengan timbunan nasi kuning yang di dalamnya berisi singgang ayam, kedua mempelai akan diminta mencari dan berebut ayam itu; dan bamain coki, semacam permainan catur yang akan dimainkan kedua mempelai.
Tradisi pascapernikahan bertujuan untuk lebih mendekatkan keluarga marapulai dengan keluarga anak daro, karena bagaimanapun mereka sudah melebur menjadi keluarga besar. Selain itu beberapa tradisi pascapernikahan di atas adalah upaya untuk memicu kemesraan dan kedekatan marapulai dengan anak daro, agar mereka tidak canggung dalam memulai bahtera rumah tangga.
Begitulah pernikahan adat Minangkabau, banyak tahapan yang harus dilewati, pada beberapa kondisi memang tidak semuanya yang dijalani, terlebih bagi orang-orang Minang perantauan, namun bukan berarti tidak ada yang masih melaksanakan prosesi-prosesi di atas secara utuh. Yang jelas, pernikahan dalam adat Minangkabau adalah sesuatu yang sakral, oleh karena itu prosesinya harus benar-benar berkesan. Prosesi-prosesi itulah yang akan menjadi kenangan indah bagi kedua mempelai, wujud dari kasih sayang keluarga besar mereka, dan salah satu aktualisasi dari budaya yang telah mereka anut dari mereka kecil hingga dewasa. sumber