Mengapa Tenun Asli Pandai Sikek itu Mahal?

Mengapa Tenun Asli Pandai Sikek itu Mahal?

Gelaran Even tahunan IMF-WB tidak hanya menjadi ajang berselancar ekonomi moneter. Melainkan juga menjadi ajang memamerkan Usaha Mikro kecil Menengah (UMKM).

Salah satu yang mencuri perhatian pengunjung baik internasional maupun lokal di di Nusa Dua kain Tenun pandai Sikek dari Minangkabau, Sumatera Barat.

Nola Diana Sari Seorang perajin tenun songket pandai sikek yang terbang langsung dari Sumatera Barat ke Bali berbagi cerita bagaimana tradisi tenun pandai Sikek merupakan budaya mahal. Asalnya sesuai dengan kerumitan dalam membuatnya, karena kain tenun pandai sikek juga membutuhkan bahan dasar yang juga bahan dasar yang juga cukup mahal.

Harga untuk sepasang kain tenun pandai sikek yang sudah berbentuk sarung dan selendang disesuaikan tergantung motif dan kerumitan dalam pembuatanya. kain tenun asal Kecamatan Sepuluh Koto, Tanah Datar, Sumatera Barat ini

Dikenal dengan beberapa motif khas seperti, Saik Kalamai, Barantai Putiah, Buah Palo, Tampuak Manggih, Salapah yang paling mahal Bacatui dan sebab harganya bisa mencapai Rp9 juta dan Salapah mencapai Rp18-20 juta.

“Kita diundang Bank Mandiri dari tanggal 8 Oktober sampai 15 Oktober 2018 di Nusa Dua. Pembuatannya lebih dari 1 bulan, kalau yang paling murah Rp9 juta yang mahal Rp18-20 juta. Tergantung Motif,” kata Nola di Nusa Dua (8/9).

Karena tergolong mahal, Wanita berjilbab paruh baya ini tidak menganjurkan kain tenun pandai sikek untuk dicuci, sebab jika kotor cukup disikat sedikit bagian kain yang kotor sehingga kain tenun pandai sikek bisa awet sampai puluhan tahun.

“Kain ini tidak boleh dicuci, Semakin mahal semakin tidak boleh dicuci,” katanya.

Meski harga kain tergolong mahal dan berkelas namun ironisnya bagi pengrajin tenun pandai sikek, penghasilan perajin masih tergolong rendah. Nola mengaku perajin paling banter mendapatakan penghasilan Rp4 juta hingga Rp5 juta perbulannya. Ini terjadi lantaran bahan baku berupa benang emas harus pula di impor dari India.

“Penghasilan kita sebulannya Rp5 juta. Paling tidak modalnya Rp4 juta. Karena benangnya di impor,” katanya.

Disisi lain karena pengerjaannya dilakukan secara tradisonal maka dalam sebulan Nola hanya bisa merampungkan satu atau dua kain tenun saja. Hal ini tentu saja berpengaruh terhadap kelangsungan penghasilannya. Meski kalau sedang kejar target kadang dirinya bisa merampungkan 2 kain tenun berkelas.

“Karena prosesnya juga lama sekitar sebulan hanya bikin satu tenunan. Tapi kalau sedang cepat bisa dua,” tandasnya.

Nola menambahkan tidak sembarang orang bisa menjaga tradisi sekaligus menambah penghasilan. Sebab kain tenun pandai sikek karena harganya yang mahal biasanya hanya dipakai diacara-acara adat seperti pernikahan dan hajatan besar saja.

“Kalau mau ada yang nikahan biasanya pesan bisa 40-60 pasang,” katanya. sumber

Related Posts

Leave a Reply