SARIBUNDO.BIZ – Suku minang terkenal dengan tradisinya yang suka merantau dan pantang menyerah. Dua hal ini sulit dipisahkan karena telah melekat pada diri masyarakat keturunan Minangkabau.
Alasan yang membuat orang Minang mampu bertahan di perantauan merupakan sesuatu yang patut didalami. Apakah dikarenakan nasib yang memaksa atau karena kesuksesan yang begitu mudah dicapai.
Berdasarkan pengalaman perantau Minang di tanah Ambon Manise, mereka mampu bertahan di daerah kepulauan itu karena berpedoman pada falsafah yang diwariskan nenek moyang Minangkabau; “Pai ka rantau mencari induak samang’
“Artinya pergi ke rantau kita terlebih dahulu harus mencari bapak angkat,” ujar sesepuh masyarakat Minang di Ambon H Busmar Rasyid (71), Kamis (13/6).
“Setidaknya ini merupakan satu bagian dari diplomasi dan menjadi kekuatan perantau Minang untuk bertahan,” katanya menambahkan.
Penasehat Ikatan Keluarga Minang (IKM) Kota Ambon asal Bukittinggi mengaku memegang prinsip hidup “dimana bumi dipijak, di situ langit dijujung.”
“Inilah yang dibangun pada perantau Minang pendahulu di tanah Ambon Manise, sehingga sampai sekarang hubungan orang Minang dengan masyarakat setempat maupun dari suku manapun terjalin secara baik,” katanya.
Perantau Minang di Ambon tidak saja berdagang di toko-toko, rumah toko atau di mal-mal. Sebagian juga ada yang berdagang di trotoar-trotoar di jantung kota itu, termasuk dengan berjualan lontong sayur
“Awak (saya) sudah 30 puluh tahun menjual lontong sayur di pinggiran jalan di Pasar Amplas. Alhamdulillah bisa membiayai pendidikan anak-anak sampai ke perguruan tinggi,” tutur Uni Ema.
Menurut dia, meski di Kota Ambon biaya hidup tergolong tinggi, namun dengan berdagang lontong sayur masih dapat menghidupi keluarga.
“Masakan Padang, baik nasi maupun lontong cukup sesuai dengan selera orang Ambon. Makanya hasil jualan saya bisa rata-rata Rp500 ribu per hari,” katanya.
Perantau Minang di Ambon ada juga yang bisa menempatai posisi strategis di bidang pemerintahan, bahkan menjadi kepala daerah
Putra berdarah Minang yang pernah menjadi Gubernur Maluku adalah Mumammad Padang pada periode 1968-1973. Kemudian Usman Padang menjabat Ketua DPRD Maluku selama tiga periode pada masa Orde Baru.
Saat ini dua putra berdarah Minang juga menjadi pejabat teras di Pemda Provinsi Maluku, yakni Syuryadi Sabirin (Kepala Dinas Pertanian) dan Zulkifli Anwar (Kepala Biro Pengembangan Ekonomi dan Investasi Setdaprov Maluku).
“Kami bisa mendapatkan posisi di lingkungan Pemda Maluku tentu tak terlepas dari kinerja dan profesionalitas serta pandai menempatkan diri,” ujar Syuryadi.
Lulusan Universitas Andalas Padang tahun 1988 itu juga mengaku selalu menjadikan falsafah hidup orang Minang sebagai pijakan dan prinsip dalam hidup.
IKM Kota Ambon sendiri dalam mengelola organisasi juga berpegang teguh pada falsafah Minangkabau “berat sama dipikul, ringan sama dijinjing.”
“upaya itu dilakukan sebagai bentuk kepedulian antarsesama warga Minang yang mengadu nasib di negeri orang”. kata Ketua IKM Ambon Jusnedi Rasyid.
Dilansir dari antarasulteng