Saat kita memasuki kota berjuluk Negeri Junjungan melalui jalur darat memang hanya satu pintu. Setiap orang yang akan masuk kota Bengkalis menggunakan kendaraan akan masuk melalui pelabuhan Roro Bengkalis yang berada di Desa Air Putih Kecamatan Bengkalis.
Melalui Pelabuhan ini dengan kecepatan sedang sekitar lima menit maka akan tiba di pusat kota Bengkalis. Jalan lintasan juga hanya satu yakni jalan poros Bengkalis dengan nama jalan Panglima Minal. Jika keluar dari pelabuhan belok kearah kiri untuk sampai ke pusat kota Bengkalis.
Dipertengahan perjalanan sekitar dua sampai tiga menit perjalanan, akan disuguhkan pemandangan sebuah masjid yang berada di tepi jalan tepatnya di sebelah kiri jalan jika dari pelabuhan Roro Bengkalis.
Masjid ini berwarna cukup mencolok serba kuning, sekilas terlihat biasa saja sama seperti masjid pada umumnya.
Masjid berukuran sedang berwarna kuning ini bersampingan langsung dengan tanah pekuburan masyarakat desa Senggoro Kecamatan Bengkalis.
Siapa sangka bangunan masjid yang didominasi warna kuning mulai dari pagar hingga tembok utamanya luar dan dalam ini ternyata sudah ada di sana lebih dari 200 tahun.
Masjid ini, memiliki tiga pintu utama, satu dipintu belakang dan dua pintu lainnya berada disamping kiri dan kanan, serta memiliki dua puluh jendela samping dan belakang.
Bagian dalam dipenuhi tulisan Kaligrafi serta berplafon kayu.
Tiang utamanya berada ditengah tengah masjid berdiri kokoh sebanyak empat tiang juga berukiran kaligrafi.
Azhar Efendi selaku ketua pengurus masjid Kuning saat tribun di sana, baru selesai melaksanakan solat dzuhur. Azhae Efendi membuka cerita awal pendirian masjid ini pada tahun 1817 Masehi.
Masjid dirikan oleh seorang bernama Panglima Minal yang namanya diabadikan sebagai nama jalan lintas utama menuju kota Bengkalis.
Panglima Minal ini ternyata bukan asli orang desa Senggoro.
Dia berasal dari Batu Sangkar Sumatera Barat atau Minangkabau dengan nama aslinya Gombak Bauk.
Gombak Bauk sampai ke tanah Negeri Junjungan saat masa Bengkalis dikuasai oleh Lanun atau perompak di bawah pimpinan Megat.
Perompak ini sangat meresahkan masyarakat karena sering merampok kapal-kapal masyarakat yang melintas di perairan Selat Bengkalis dan Tanjung Jati.
Seringnya rampok terjadi di sana membuat Raja Siak saat itu resah. Kemudian mengeluarkan sayembara untuk membasmi Lanun-lanun di Selat Bengkalis ini.
“Raja Siak menjanjikan akan menjadikan panglima bagi siapa yang sanggup menumpas lanun atau perompak laut ini,” ungkap Azhar.
Gombak Bauk yang mendengar sayembara dari Raja Siak, kemudian secara diam-diam mengunakan perahu berangkat ke perairan Tanjung Jati. Disana dirinya menantang para lanun untuk adu kesaktian.
“Ternyata Gombak Bauk berhasil mengalahkan pimpinan lanun tersebut, sehingga para Lanun ini ditawannya dan dibawa ke hadapan Raja Siak.
Sesuai janjinya, Raja Siak memberikan gelar panglima kepadanya dengan nama Panglima Minal.Gombak Bauk yang kini bergelar Panglima Minal pindah ke Pulau Bengkalis bersama istrinya.
Saat pindah inilah Panglima Minal membuat sebuah masjid, yang kemudian sampai saat ini masih berdiri kokoh. “Sebenarnya masjid kuning yang kita lihat bukan bangunan aslinya, sudah beberapa kali renovasi. Bahkan pada masa penjajahan Belanda juga sudah direnovasi,” terang Azhar.
Bangunan awalnya juga hanya terbuat dari kayu, kemudian terus berkembang dan dibangun sampai saat ini.
Pembangunannya berasal dari sumbangan masyarakat secara pribadi maupun pemerintah, hingga akhirnya masjid ini berkembang sampai seperti sekarang.
Nama masjid kuning ternyata punya sejarah.
Menurut warga desa Senggoro, masjid ini sebenarnya awal dibangun tidak diberi nama oleh Panglima Minal.
Selesai membagun masjid, Panglima Minal bersama istrinya menanam pohon kenanga disisi kanan dan kiri masjid.
Pohon inilah kemudian tumbuh besar dan bunga bunga kenanga berwarna kuning terus berguguran diatas masjid, sehingga lama kelamaan menutupi masjid.
“Tertutup bunga kenanga, masjid terlihat kuning dari kejauhan. Masyarakat setiap melintas di depan masjid menyebutnya masjid kuning karena pantulan warna masjid tersebut,” terang Azhar.
Sebutan kuning ini yang digunakan sampai saat ini oleh masyarakat di sini sebagai nama masjid. Meskipun tahu sejarah masjid kuning, warga tidak memiliki cacatan resmi terkait sejarah masjid.
“Sejarahnya ini kita dapat dari cerita mulut ke mulut orang tua-tua di sini. Bahkan sekarang mereka yang tahu cerita ini juga sudah tidak ada lagi,” ungkapnya.
Selain sejarah, ternyata masjid kuning mempunyai aset yang banyak. Pada masa dahulu warga sekitar sering mewakafkan tanah dan lahan kepada masjid.
Pengurus Masjid Kuning sejak tahun 2015 lalu sudah melakukan inventarisir jumlah aset yang ada. “Setelah kita inventarisir ada sebanyak 30 kapling aset masjid ini, luasnya cukup besar. Aset tersebut tersebar dibeberapa titik Bengkalis dan digunakan untuk kepentingan masyarakat Desa Senggoro,” jelas Azhar.
Di antaranya aset tanah wakaf masjid digunakan sebagai Madrasah, Kantor Desa dan Tanah Kuburuan masyarakat.
Bahkan ada sebagian menjadi rumah petak untuk masyarakat Senggoro.
“Aset masjid ini sudah kita inventarisir, tujuannya agar tidak hilang begitu saja bahkan beberapa tahun lalu sudah di buatkan surat tanah dari 30 kapling yang sudah kita data. Kita juga sudah ada skema keberadaan lahan aset masjid, skema ini kita pajang di masjid agar warga di sini juga tahu,” tandasnya.
Meskipun keberadaan masjid ini memiliki nilai sejarah, namun sampai saat ini pengelolaan Masjid Kuning dilakukan sendiri oleh masyarakat Desa Senggoro.
Pengelolaannya sama seperti masjid pada umumnya yang dilakukan oleh pengurus masjid yang dibentuk masyarakat.
“Sampai saat ini untuk pengelolaan dan perawatan masjid bersejarah ini dilakukan warga dari dana yang dikelola pengurus masjid,” ungkap Kepala Desa Senggoro Basrah Hamid.
Menurut Kades Senggoro, selain itu pemerintah desa juga memberikan bantuan perawatan rumah ibadah terhadap masjid yang ada di Desa Senggoro ini. Termasuk masjid kuning ini, sebesar 1.250.000 rupiah per bulannya.
“Dari anggaran inilah pengurus masjid melakukan perawatan serta operasional masjid Kuning,” ungkap Kades Senggoro.
Sebenarnya pihaknya sangat berharap khusus masjid kuning ini bisa mendapat perhatian pemerintah Bengkalis.
Terutama oleh pihak Dinas Pariwisata, Kebudayaan Pemuda dan Olahraga (Disparbudpora) Bengkalis. “Masjid inikan punya sejarah sendiri dan usianya sudah ratusan tahun. Harapan kita masjid bisa dijadikan aset budaya oleh Disparbudpora Bengkalis,” ungkap Basrah Hamid.
Pihaknya juga sudah berencana akan berkomunikasi dengan pihak Disparbudpora Bengkalis untuk membahasnya.
Komunikasi bersama Disparbudpora nantinya harapan mereka bisa diangkat dan diremsikan sejarah masjid ini oleh Pemerintah.
“Seperti sejarah hari lahir Bengkalis yang diakui saat ini, dimana dirujuk dari sejarah desa Senggoro yang diserang Portugis 1511 M lalu. Kita harapkan sejarah Masjid kuning ini juga nanti bisa dikukuhkan pemerintah,” tandasnya.
Sumber Artikel dan Photo : TRIBUNPEKANBARU.COM
Assalamualaikum tuan,
Maaf menganggu
Saya Minhat dari Johor Malaysia
Saya ada terbaca cerita mengenai sejarah Panglima Minal @ Gombak Bauk
Saya berminat untuk tahu lebih lanjut berkaitan Panglima Minal
Dimanakah saya boleh perolihi cerita sejarah lengkap mengenai Panglima Minal dan silsilah keluarga beliau
Maaf sekira nya menganggu atau salah tempat bertanya
Minhat Naim
Johor Malaysia