Tarekat Naqsabandiyah adalah salah satu aliran ajaran Islam terbesar di Sumatera Barat. Aliran ini tersebar di berbagai daerah. Di Sumatera Barat, aliran ini bisa ditemukan di berbagai wilayah, seperti Kota Padang, Pariaman dan daerah lainnya.
Namun, jika dibandingkan dengan aliran lain yang lebih dominan, pengikut Naqsabandiyah tidak begitu banyak. Hanya saja, aliran Naqsabandiyah selalu mendapat tempat bagi orang-orang yang ingin mendalami ajaran Islam.
Lebih jauh ke asalnya, aliran ini ternyata disebarkan oleh sosok syekh yang berasal dari Teluk Belanga, Simabur, Kabupaten Tanah Datar.
Namanya Syekh Ismail al-Khalidi al-Minangkabawi. Ia merupakan sosok ulama yang lahir pada tahun 1712. Sosok syekh ini tidak hanya dikenal sebagai pelopor aliran tarekat Naqsabandiyah di Sumbar saja, namun juga di tanah air.
Ismail al-Khalidi menyebarkan ajaran tersebut pada abad ke 19, usai mendalami Islam di tanah suci Mekah. Dikutip dari laman Wikipedia, saat memperdalam ilmu agama Islam di Mekah, Ismail al-Khalidi berhasil mencapai puncak tertinggi pendidikan.
Sehingga, selama 30 tahun di Mekah membuatnya menjadi ulama Minang pertama yang jadi guru di tanah suci. Ismail muda mengkhususkan dirinya di berbagai bidang ilmu Islam, beberapa di antaranya adalah ilmu fikih, tauhid, tafsir, hadits, dan ilmu alat.
Kemudian di Mekah ia pun memperdalam bidang yang ia pelajari sebelumnya di kampung bersama ulama besar. Di Mekah, Syekh Ismail berguru kepada beberapa ulama besar yang memiliki keahlian pada masing-masing bidangnya.
Ia mempelajari ilmu kalam kepada Syekh Muhammad Ibnu ‘Ali Assyanwani,seorang ulama besar ahli ilmu kalam. Di bidang ilmu fikih, ia belajar kepada Syekh al-Azhar dan Syekh Abdullah asy-Syarqawi, keduanya terkenal sebagai ulama ahli fikih dari mazhab Syafi’i.
Syekh Ismail juga mempelajari ilmu tasawuf kepada dua orang sufi besar bernama Syekh ‘Abdullah Afandi dan Syekh Khalid al-Utsmani al-Kurdi. Keduanya merupakan mursyid (guru pembimbing rohani) tarekat Naqsyabandiyah.
Setelah 30 tahun, ia pun pulang ke kampung halamannya Syekh Ismail mulai mendidik, mengajar dan membina masyarakat Minangkabau. Ia mengajarkan ilmu tauhid berdasarkan paham As’ariyah atau Ahlussunah wal Jama’ah dan mengajarkan ilmu fikih berdasarkan mahzab Syafi’i.
Sedangkan dalam mengajar ilmu tasaawuf, Syekh Ismail mengikuti tasawuf Sunni dari Syekh Juneid Imam Abu Hamid al-Ghazali. Syekh Ismail mulai menyebarkan Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah setelah dibai’at oleh Syekh Khalid al-Kurdi, salah seorang gurunya di Mekah.
Ketika Syekh Ismail menyebarkan tarekatnya, di Minangkabau sendiri telah berkembang Tarekat Shatariyah yang dikembangkan oleh Syekh Burhanuddin Ulakan sebelumnya. Syekh Burhanuddin telah mengembangkan tarekatnya tersebut pertama kali di Nusantara pada abad ke-17.
Namun tarekat tersebut tidak menghalangi usaha Syekh Ismail dalam mengembangkan Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah. Keduanya dapat berkembang di masyarakat Minangkabau. Sumber: katasumbar