Kisah Perantau Minang yang Bangun Desa Adat Waerebo di Flores

Kisah Perantau Minang yang Bangun Desa Adat Waerebo di Flores

Desa Adat Waerebo yang berada di tengah kawasan pegunungan pantai selatan Flores, NTT memiliki daya tarik dan pesonanya sendiri untuk para wisatawan lokal hingga mancanegara.

Keindahannya pun diakui oleh UNESCO dan ditetapkan Waerebo sebagai salah satu warisan budaya dunia. Siapa sangka keunikan dari rumah adat ini ternyata dibangun oleh leluhur yang merupakan perantau Minang.

Dilansir Harianhaluan.com dari Piamanexplore.com, leluhur dari tanah Minang tersebut bernama Empo Maro. Kisah ini berawal saat nenek moyang Waerebo berlayar dari Minangkabau ke Makassar lalu melanjutkan perjalanannya ke pulau komodo dan mendarat di flores.

“Kami berasal dari Minangkabau, dahulu leluhur kami datang dari Minangkabau dengan sampan layar,” ucap Aleks, Ketua Adat Wae Rebo, dikutip dari prokabar.com.

Menurutnya sudah ada lebih dari 18 generasi orang Minang yang berada di desa Waerebo. Ribuan tahun lalu sebelum Empo Maro membuat desa sendiri, ia sempat tinggal di salah satu kampung flores bernama Todo dan tinggal bersama warga lainnya.

Belum diketahui hingga sekarang alasan Maro pindah dari kampung Todo hingga ia menemukan sebuah lembah dan mencoba untuk hidup disana sambil menanam beberapa tanaman. Anehnya tidak ada satu pun binatang liar yang mengganggu kebunnya.

Akhirnya ia membangun rumah di lokasi tersebut dan rumahnya disebut Mbaru Niang yang memiliki arti sebuah keselarasan manusia dengan alam dan cerminan fisik dari kehidupan suka Manggarai di desa Wae Rebo tersebut. Sedangkan arti dari nama desanya sendiri masih belum ada yang mengetahui hingga sekarang.

“Waktu itu belum ada nama, maka suatu malam leluhur kami itu bermimpi, untuk memberi nama tempat tinggalnya dengan Wae Rebo. Dalam bahasa Manggarai, tidak ada kata rebo. Sampai sekarang kami tidak tahu arti kata rebo itu,” tutur Blasius ,salah satu guru di Waerebo dilansir dari Prokabar.com.

Menurut Blasius memang belum ada penelitian yang mengaitkan sukunya dengan Minangkabau dan mereka hanya mendengarkan kisah tersebut secara turun menurun. Namun ada beberapa hal yang dianggap memiliki kemiripan antara Waerebo dengan tanah Minang.

“Ada beberapa kemiripan, seperti kain khas Wae Rebo adalah Songkek, nah di Minangkabau katanya punya songket, lalu tentang nama Maro, dulu ada orang Minang berkunjung kesini, katanya ada nama Tuanku Maro di Minangkabau, saya belum pernah ke tanah leluhur saya, Sumatera Barat,” cerita guru tersebut.

Perkampungan Wae Rebo berdiri dengan kokoh dan anggun, setelah beratus – ratus lamanya kampung ini belum terpengaruh daerah luar dan tetap mempertahankan keaslian dan keunikannya.

Related Posts

Leave a Reply