SARIBUNDO.BIZ – Hampir seluruh Indonesia dari Sabang sampai Merauke pasti ada orang Minang yang merantau di kampung orang, tak jarang pula orang Minang merantau sampai ke luar negeri. Usaha yang dibangun ini bermacam-macam pula, mulai menjual makanan, asesoris, pakaian, dan lain-lain. Intinya tetap berjualan.
Seorang bujang (anak laki-laki yang mulai dewasa) dari keluarga Min ang yang miskin, mencoba mencari peruntungan di kampung orang lain. Awal-awalnya bekerja pada sesukunya, setelah mulai mendapatkan modal yang cukup pemuda ini tadi mendirikan usaha sendiri. Tidak hanya seorang lajang saja yang merantau, bahkan satu keluarga juga mencoba mengais rezeki di perantauan dengan usaha kecil-kecilan.
Kunci satu-satunya keberhasilan orang Minang adalah berdagang. Apapun dagangannya, dan bagaimanapun tantangannya. Dan orang Minang juga termasuk salah satu suku bangsa di Indonesia yang pandai bergaul dengan suku bangsa lainnya. Hal ini pula mereka selalu diterima di manapun keberadaannya.
Di perantauan orang-orang Minang ini juga sifatnya kekeluargaan. Mereka walaupun sama-sama berprofesi jualan, dan barang yang dijualnya sama, tidak ada perasaan saling bersaing. Malah saling membantu satu sama lain. Misalnya tukang sate dari Padang, dengan tukang sate Pariaman. Mereka tidak memburuk-burukkan tukang sate lainnya karena mereka yakin rezeki berjualan sudah diatur oleh Allah SWT.
Orang-orang Minang yang sudah berhasil tidak tergoda dengan kehidupan glamour, main perempuan, berjudi, apalagi narkoba. Bukankah kita tahu sendiri kekayaan pun bisa kandas kalau sudah bermain judi, bermain perempuan, dan menjadi pecandu narkoba berat.
Sehari-hari kehidupan orang Minang meskipun sudah kaya raya, kehidupannya tidak hura-hura. Dan ketika membeli barang-barang atau apapun juga memang dipikirkan matang-matang. Misalnya membeli mobil, kira-kira mobil ini untuk apa? Jika untuk mendukung jualan mereka akan dibeli, tapi kalau tidak, ya tidak dibeli.
Dari segi agama, orang Minang juga relijius. Di tengah-tengah masyarakat tempat mereka merantau, selalu dibutuhkan peranannnya.
Nah, di kampung mereka sendiri, di Sumatera Barat. Dalam dunia usaha mereka sangat kompak, dan bersatu untuk memajukan usaha mereka.
Di Kota Bukittinggi, mini market seperti Indomaret, Alfamart, Alfamidi, atau sejenisnya milik perusahaan swasta skala nasional, tidak ada yang berdiri. Namun untuk mall, ada, yaitu Ramayana di dekat Jam Gadang.
Mini market di sana dimiliki oleh warga setempat, yaitu orang-orang Minang sendiri. Mini marketnya juga mengikuti perkembangan zaman, modern dalam tata kelolanya dan transaksinya. Jadi tidak jauh berbeda dengan berbelanja di Indomaret, Alfamart, dan sejenisnya.
Peraturan ini dibuat oleh pemerintah setempat tentu saja demi kebaikan perekonomian warganya sendiri. Ini adalah satu-satunya cara untuk membangkitkan dunia usaha milik warga Minang sendiri. (Baca Juga: Alasan di Balik Mungilnya Daging Sate Padang)
Sampai sekarang ini budaya turun temurun berdagang masih diterapkan pada generasi Minang. Semoga saja budaya yang sangat brilian ini tetap dipertahankan, dan terus dikembangkan sesuai tuntutan zaman yang semakin modern.
Di Indonesia sendiri suku bangsa dalam persaingan usaha yang begitu kuat adalah suku bangsa Minang dan etnis Tionghoa. Dua suku generasi anak bangsa ini memang selalu bersaing ketat di mana-mana. Namun sampai sejauh ini, tidak pernah ada kabar buruk dalam dunia usaha mereka. Bisnis masing-masing di antara mereka berjalan fair.
Dalam ajaran Islam pun juga diterangkan, jika ingin menjadi orang kaya, apalagi kaya raya berdaganglah. Pintu rezeki dari dunia perdagangan 90 persen, sisanya 10 persen itulah dibagi-bagi setiap profesi. Bahkan Rasulullah sendiri berprofesi seorang pedagang. Bukankah sunggunh mulia pedagang itu? Namun begitu, jangan pula menjadi seorang pedagang yang curang, agar rezeki pun berkah.
Disarikan dari viva