Hikayah tentang 50 rombongan dan 3 Orang Penghuni Pertama Kota Payakumbuh

Usia kota ini memang terbilang masih muda, Kota Payakumbuh baru berusia 50 tahun. Namun sebagai sebuah kawasan permukiman dan pusat kebudayaan manusia, Payakumbuh sudah dihuni sejak ratusan tahun silam. Tiga orang ini diyakini sebagai penghuni pertama Payakumbuh.

Menceritakan tentang Payakumbuh, yang jauh sebelum menjadi sebuah kota administratif hasil pemekaran dari Kabupaten Limapuluh Kota, Payakumbuh sudah menjadi labuhan kisah perjalanan manusia. Termasuk, kisah 50 orang yang berjalan dari lereng Gunung Marapi di Pariangan, Tanah Datar, menuju kaki Gunung Sago, Limapuluh Kota, untuk mencari permukiman baru.

Dimualai dari perjalanan 50 orang ini, tidak hanya terekam dalam Tambo (karya sastra sejarah yang merekam kisah-kisah dan legenda-legenda yang berkaitan dengan asal-usul suku bangsa, negeri dan tradisi dan alam Minangkabau). Namun juga dicatat oleh para penulis adat Minangkabau. Misalnya saja, H DJ Dt Lubuak Sati yang menulis buku “Baradat Ka Pariangan, Barajo Ka Pagaruyuang” (1988) dan Kamardi Rais Dt Panjang Simulie yang menulis buku “Mesin Ketik Tua” (2005).

Dalam bukunya, H DJ Dt Lubuk Sati menyebut 50 orang yang berjalan dari Pariangan, Tanah Datar menuju Gunung Sago, Limapuluh Kota sebagai rombongan 50 kaum.

Rombongan 50 kaum ini, menurut hasil penelitian sejumlah universitas, termasuk UIN Suska Riau, berangkat dari Pariangan dengan melewati Sungai Jambu, Tabek Patah, Tanjuang Alam, Tungka, Bukit Junjuang Siriah, Bawah Burai, Aia Taganang, Padang Kubuang, Padang si Janti-janti, Lurah Pimpiang, Lurah Luak Kuntu, Lurah Basuduik, Lurah Sumua Sati, Lurah Jalan Binti, dan Ngalau.

Dalam perjalanan, rombongan 50 kaum ini sempat berhenti di sebuah kawasan padang rumput nan luas. Penduduk lokal menyebut kawasan itu sebagai Padang Siribu-Ribu. Saat rombongan 50 kaum ini bermalam di sana, tiba-tiba saja datang angin kencang. Membuat mereka menjadi panik dan cemas. Kepanikan makin bertambah, manakala keesokan paginya, sebanyak 5 anggota rombongan, hilang entah ke mana.

Saat ditanya, ke mana 5 kaum yang hilang ini, semua anggota rombongan menjawab: “ontah” (entah)! Lantaran itulah, daerah Padang Siribu-Ribu kemudian disebut juga dengan Padang Siontah. Sekarang, sebagian kecil Padang Siontah menjadi Pasar Ternak yang tak terurus. Letaknya berada di antara Kecamatan Situjuah Limo Nagari dengan Kecamatan Akabiluru.

Kembali pada cerita 5 kaum yang hilang di Padang Siontah tadi, mereka bukan hilang tak tentu rimbanya. Namun, mereka duluan melanjutkan perjalanan ke arah Timur, dengan menelusuri pinggiran sungai.

Mereka inilah yang diyakini menghuni daerah Limo Koto di Kabupaten Kampar, Provinsi Riau. Yakni, Kuok, Salo, Bangkinang, Air Tiris, dan Rumbio. Maka jangan heran, bila di Limo Koto ini, logat dan dialek penduduk aslinya serupa logat dan dialek penduduk Minangkabau yang menghuni wilayah Sumbar. Bahkan, tatanan adatnya pun masih tatanan adat Minangkabau, bukan Melayu Riau.

Jalinan yang terbuhul kuat ini, membuat Alis Marajo Dt Sori Marajo semasa menjabat Bupati Limapuluh Kota pernah berinisiatif mempertemukan pemangku adat Minangkabau dari Limo Koto, Kampar, Riau, dengan pemangku adat Minangkabau dari Payakumbuh dan Limapuluh Kota, Sumbar. Pertemuan itu berlangsung di rumah dinas bupati Limapuluh Kota di Labuah Basilang, Payakumbuh, sekitar tahun 2000-an silam.

Kembali pada cerita awal, saat 5 kaum yang hilang sudah pergi ke Riau, sebanyak 45 kaum yang bermalam di Padang Siontah, melanjutkan perjalanan secara berpencar.

Ada rombongan yang berjalan ke arah matahari terbenam dan terdampar di sebuah aliran sungai yang tertumbuk ke tebing dan bukit batu. Di daerah inilah, mereka mendapati sebatang pohon bernama “Kayu Ipuh”. Belakangan, kawasan tempat “Kayu Ipuh” itu tumbuh dikenal sebagai Limbanang di Kecamatan Suliki, Kabupaten Limapuluh Kota.

Selain itu, juga ada anggota rombongan dari Padang Siontah yang terus mengikuti aliran sungai dan berhenti di kaki gunung kecil bernama Gunung Bungsu yang kini berada di Nagari Taeh Bukik, Kabupaten Limapuluh Kota.

Dari Gunung Bungsu ini, mereka juga berjalan ke daerah yang sekarang disebut Mungka. Kemudian, ada juga anggota rombongan 45 kaum yang bermalam di Padang Siontah, melanjutkan perjalanan mereka ke kawasan “Kumbuah Nan Payau” atau “Payau Nan Kumbuah”, “Titian Aka”, dan “Aia Tabik”.

Penghuni Pertama Payakumbuh
Kawasan “Kumbuah Nan Payau” atau “Payau Nan Kumbuah”, “Titian Aka”, dan “Aia Tabik” itu, jelas berada di wilayah Kota Payakumbuh sekarang. Menurut H DJ Dt Lubuak Sati dan Kamardi Rais Dt Panjang Simulie, saat rombongan yang bermalam di Padang Siontah sampai di kawasan “Kumbuah Nan Payau” atau “Payau Nan Kumbuah”, “Titian Aka”, dan “Aia Tabik”, ternyata di ketiga kawasan ini, sudah ada tiga orang yang lebih dahulu menghuninya.

Ketiga orang yang diyakini sebagai penghuni pertama Payakumbuh itu bernama Jano Katik atau Jhino Kotik di Aia Tabik. Kemudian, Rajo Panawa di Titian Aka dan Barabih Nasi di Kumbuah Nan Payau atau Payau Nan Kumbuah. Ketiga orang ini, dalam “barih-balabeh” (asal usul) Payakumbuh disebut sebagai “Tigo Niniak” atau Tiga Nenek Moyang.

Pewaris Rajo Mufakat Luak Limopuluah di Aia Tabik, Payakumbuh, Syamsir Alamsyah Datuak Marajo Indo Mamangun tahun 2.000-an pernah meyakini, ketiga orang ini sebagai penghuni pertama Payakumbuh.

Hanya saja, dia belum sependapat dengan Jano Katik, Rajo Panawa, dan Barabih Nasi. “Menurut saya, yang benar itu adalah Jeno Kati, Rajo Pandawa atau Raja Pendawa, dan Prabu Nasti. Kenapa Prabu Nasti, sebab di masa itu orang belum mengenal istilah nasi. Kalau Barabih Nasi, mana ada nama orang,” katanya saat itu.

Namun, masyarakat adat lainnya di Payakumbuh, seperti masyarakat adat Nagari Koto Nan Gadang, justru meyakini, sebutan Barabih Nasi atau bukan Prabu Nasti. Bahkan, pemuka masyarakat Koto Nan Gadang seperti Haji Datuk Damuanso, Fachrul Umar Dt Tuah Nan Basango, T Dt Panghulu Rajo Nan Hitam, MA Dt Bijo Nan Hitam, HDB Dt Simulia Nan Pandak, dan Ertenis Dt Pangeran Jambi Nan Putiah, pada tahun 2009 silam, pernah mengajak wartawan melihat bekas istana Barabih Nasi di Payau Nan Kumbuah, dalam kawasan Balai Cacang, Payakumbuh.

Terlepas dari mana nama yang benar, pastinya Jano Katik atau Jeno Kati, Rajo Panawa atau Rajo Pandawa, dan Barabih Nasi atau Prabu Nasti, diyakini sebagai tiga orang pertama yang menghuni Payakumbuh. Sebelum akhirnya, kota ini juga didatangi anggota rombongan 50 Kaum dari Pariangan, Padangpanjang, Tanah Datar. Sumber

Related Posts

Leave a Reply