Rendang boleh saja masuk dalam 50 makanan terenak di dunia versi CNN. Namun, caramelized beef curry itu bukanlah satu-satunya makanan ‘pentolan’ Sumatera Barat. Ada Gulai Gajebo yang disebut-sebut sebagai ‘makanan surga’.
Sebut semua menu masakan Padang yang muncul di benak Anda. Rendang. Gulai ayam. Gulai kepala ikan. Gulai tunjang. Gulai otak. Telur dadar. Sayur nangka. Sambal hijau. Itiak lado mudo. Bagaimana dengan gulai gajebo? Anda yang tahu, atau pernah mencicipi masakan satu ini adalah orang beruntung. Betapa tidak, tubuh Anda harus rela bertarung dengan Kolesterol jika mau mencicipi ‘makanan surga’ yang lumer di mulut ini.
Gulai gajebo, atau gajeboh, atau sampade daging adalah masakan khas Sumatera Barat dengan bahan utama daging sapi. Bagian yang dipakai adalah punuk, dengan lemak tebal menempel di bagian daging. Perbandingan lemak dan daging pada gulai gajebo bisa 3:1. Semakin tipis bagian daging, rasanya semakin gurih. Potongan ‘lemak berdaging’ itu disajikan dengan kuah asam padeh yang sama sekali tidak menggunakan santan.
Bisa dibilang, bahan utama yang sulit didapat menjadikan gulai gajebo masuk dalam klasifikasi ‘masakan langka’. Di Jakarta, sulit menemukan gulai gajebo yang otentik dan bercitarasa asli Minang.
“Gulai gajebo memang jadi favorit. Susah menemukan menu ini di Jakarta,” tutur Yuniar (55) salah satu pedagang masakan padang yang ada menu gully gajeboh.
Saya memesan seporsi nasi beserta gulai gajebo ditempatnya. Sepiring nasi putih disajikan bersama sayur nangka, potongan timun, sambal hijau, sedikit kuah kari dan bumbu rendang.
Gulai gajeboh disajikan di piring kecil, lengkap dengan kuahnya. Sungguh menggoda. Bagian gajih alias lemak mendominasi potongan daging yang mengambang di kuah asam padeh berwarna merah. Dari penampakannya, sepertinya lemak di gulai gajebo agak alot dan sulit dikunyah.
Namun begitu saya memotongnya menggunakan sendok, bagian lemaknya langsung terpisah dan sama sekali tidak alot. Saya langsung menyendok potongan itu, serta merta dengan kuahnya.
Gurih. Lumer. Tidak kenyal. Tekstur ringan. Sedikit tendangan rasa pedas.
Sungguh, saya merasa berdosa begitu melahap suapan pertama. Ingat Kolesterol! Ingat Kolesterol! Namun, rasanya lebih berdosa bila saya tidak menghabiskan seporsi ‘makanan surga’ yang terhidang di depan mata. Bagian gajih itu menempel dengan daging yang empuk dan berserat. Melahapnya bersama sepiring nasi padang penuh rempah, rasanya luar biasa nikmat.
Rempah-rempah yang digunakan antara lain serai, asam, daun salam, lengkuas, daun jeruk purut, cabai merah, bawang merah, bawang putih, kunyit, dan jahe. Kuah asam padeh sama sekali tidak menggunakan santan, melainkan air kelapa.
Di Sumatera Barat sana, masyarakat memberikan tingkatan tertentu terhadap gulai gajebo. Pertama adalah ‘cukup gurih’ yaitu jika daging lebih banyak dari lemak. Kedua adalah ‘gurih’, yakni ketika lemak lebih banyak dari daging. Ketiga adalah ‘gurih sekali’, yang berarti seluruh potongan terdiri dari lemak. Dewa dari semua gulai gajebo, yang disebut terakhir itu.
“Gajebo ini bikin ‘lupa diri’. Kadang satu orang bisa makan tiga, empat porsi,” kata Yuniar.
Menyantap gulai gajebo tak sekadar mengisi perut yang kelaparan. Ada unsur pelestarian khasanah kuliner Minang saat Anda menyantap potongan demi potongan ‘lemak berdaging’ yang disebut-sebut ‘makanan surga’ orang Minang. sumber