Fakta Unik Suntiang yang Sering Digunakan Pengantin Perempuan Minang

Fakta Unik Suntiang yang Sering Digunakan Pengantin Perempuan Minang

Dalam acara pernikahan, setiap daerah memiliki adat dan kebiasaan tersendiri yang diturunkan dari generasi ke generasi. Salah satu suku yang terkenal dengan tradisi pernikahannya adalah suku Minangkabau. Orang Minang dikenal melakukan berbagai upacara dalam pernikahan mereka seperti marasek, maminang dan babimbang tando, mahanta siri, babako-babaki, bainai malam dan manjapuik marapuai. Selain tradisi tersebut, satu hal yang sama dengan pernikahan Minang adalah penggunaan suntiang. Ada banyak fakta unik suntiang lho, penasaran? Yuk simak pembahasannya

Suntiang berdasarkan ukuran

– Suntiang gadang

Suntiang gadang yang berarti suntiang besar biasanya hanya dikenakan oleh anak daro ketik resepsi pernikahan.

– Suntiang ketek

Suntiang ketek yang berarti adalah suntiang kecil biasanya dipakai oleh sumandan dan yang menjadi pengiring pengantin mempelai perempuan jika menikah menggunakan adat Minangkabau, selain untuk pengiriman pengantin sunting ketek ini juga biasanya digunakan dalam acara  karnaval budaya, acara adat dan lain sebagainya nya, suntiang ketek memiliki jumlah ikatan hiasan yang lebih sedikit dibandingkan dengan suntiang gadang.

Suntiang berdasarkan bentuk

– Suntiang bungo pudieng (Batipuh Tanah Datar)

– Suntiang pisang saparak (Solok Salayo)

Suntiang pisang separak ini berasal dari kabupaten Solok bentuknya sedikit beda dengan Pengertian yang selama ini dikenal yaitu berbentuk bundar setengah lingkaran, ada penggunakan  sedikit kain bermotif hiasan di bagian depannya dan bagian luarnya ada berbagai hiasan berbentuk seperti bunga dan lainnya yang berwarna emas.

– Suntiang pisang saikek (Pesisir)

Suntiang pisang saikek biasanya digunakan oleh masyarakat pesisir selatan,  bentuknya  hampir hampir mirip yang tapi perbedaan Jika diperhatikan lebih teliti.  jika yang biasa ada hiasan kembang goyang di bagian belakang lain lagi dengan yang ini yaitu  memakai hiasan kecil-kecil dibelakangnya dan berbagai hiasan lainnya. 

– Suntiang pinang bararak (Koto Nan Gadang, Payakumbuh)

– Suntiang kambang (Padang Pariaman)

Suntiang ini ini berasal dari daerah Pariaman Sumatera Barat bentuknya setengah lingkaran dengan hiasan di bagian depan adanya bentuk hiasan bunga yang bergoyang oleh karena itu hiasan ini ini disebut dengan suntiang kembang loyang. Hiasan yang jenis ini yang biasanya lazim digunakan oleh masyarakat Sumatera Barat. 

– Suntiang mangkuto (Sungayang)

– Suntiang kipeh (Kurai Limo Jorong)

– Suntiang sariantan (Padang Panjang)

– Suntiang Matua Palambaian

Suntiang berdasarkan ikat (ikek)

· Suntiang ikek Pasisia

· Suntiang ikek Kurai

· Suntiang ikek Solok Selayo

· Suntiang ikek Banuhampu Sungai Puar

· Suntiang ikek Lima Puluh Kota

· Suntiang ikek Sijunjung Koto Tujuh

· Suntiang ikek Batipuh X Koto

· Suntiang ikek Sungayang

· Suntiang ikek Lintau Buo

Suntiang sendiri adalah hiasan kepala kebanggaan anak daro yang identik dengan ukuran besar dan warnanya antara emas atau perak. Bentuk suntiang yang indah dan megah juga biasa diibaratkan sebagai mahkotanya perempuan Minang. Perlu diketahui juga, suntiang merupakan hasil adaptasi budaya antara Indonesia dan China. Namun, suntiang saat ini sudah menjadi budaya masyarakat Minangkabau. Hal ini tidak terlepas dari keindahan warna suntiang. Secara umum aksesoris sebagai ornamen suntiang terinspirasi dari alam, yang meliputi unsur kehidupan darat, udara dan laut.

Suntiang merupakan hasil akulturasi agama Islam dan budaya Minangkabau. Baju kurung umumnya berpotongan longgar dan tak menampakkan lekuk tubuh. Baju kurung jadi simbol menjaga harga diri dan martabat sang mempelai perempuan sebagai calon ibu yang juga akan menjaga nama baik keluarga kelak.

Filosofi Suntiang Minang

Suntiang adalah suatu simbol bahwa seorang perempuan telah melewati masa peralihan dari remaja menjadi perempuan dewasa. Dalam hal ini, pengantin perempuan harus mengikuti berbagai ritual adat perkawinan.

Hiasan kepala untuk pengantin perempuan ini disebut juga dengan suntiang gadang. Tingkat kembang suntiang pada pengantin wanita biasanya berjumlah ganjil. Jumlah suntiang yang paling tinggi yaitu sebelas tingkat, sedangkan yang paling rendah yaitu tujuh tingkat.

Jumlah ganjil pada kembang suntiang menjadi ciri khas tersendiri pada pengantin Minangkabau.  Demi kepraktisan, biasanya penggunaan hiasan kepala ini disesuaikan dengan bentuk wajah. Meskipun demikian, tingkatan pada suntiang tetap dipertahankan dalam jumlah ganjil sesuai dengan kemauan pengantin.

Suntiang memiliki berat sekitar 3,5 hingga 5 kilogram. Namun, di zaman modern ini, suntiang dibuat dengan ukuran yang lebih kecil serta bahan yang lebih ringan, sehingga proses pembuatan dan pemakaiannya menjadi lebih mudah.

Filosofi dari berat suntiang ini melambangkan betapa beratnya tanggung jawab yang akan dipikul perempuan Minang setelah menikah. Tanggung jawab ini tidak hanya sebatas keluarga, melainkan juga lingkungan tempat tinggalnya.

Sejarah Suntiang

Suntiang merupakan hasil akulturasi budaya antara Indonesia dengan Cina. Namun, saat ini suntiang telah menjadi budaya masyarakat Minangkabau, terutama Padangpariaman.

Hal ini tidak terlepas dari keindahan warna dan bentuk pada suntiang tersebut. Umumnya, ragam hias yang dijadikan sebagai ornamen suntiang terinspirasi dari alam yang mencakup unsur kehidupan di darat, udara dan laut.

Hal ini sesuai dengan filosofi hidup masyarakat Minangkabau, “alam takambang jadi guru”. Adapun artinya yaitu semua yang ada di alam luas bisa dijadikan pelajaran atau contoh.

Terlepas dari sejarah dan filosofinya yang dalam, mengenakan suntiang menjadi kebanggaan tersendiri bagi perempuan Minangkabau dalam pernikahannya. Walaupun hiasan kepala tersebut sangat berat, namun, hal ini menjadikan mereka tetap terlihat anggun dan feminin.

(Disadur dari berbagai sumnber)

Related Posts

Leave a Reply