Selain bentang alam yang indah memesona, masakan yang lezat, adat istiadat yang tertata, ranah minang juga memiliki fauna endemik, namanya burung Kuau Rajo. Banyak yang mengatakan burung ini berasal dari Sumatera Barat, meski secara fakta burung ini juga ditemukan di beberapa wilayah lain di Sumatera, Kalimantan dan Malaysia. Setidaknya burung Kuau Raja memang endemik tanah melayu.
Burung cantik nan eksotik ini memiliki bulu dengan corak bulat-bulat kecil dan berukuran cukup besar. Kuau Rajo jantan bahkan bisa memiliki panjang badan hingga dua meter dari kepala hingga ekor dengan berat badan sekitar tiga hingga lima kilogram.
Kulit di sekitar kepala dan leher pada kuau jantan biasanya tidak ditumbuhi bulu dan identik dengan warna kebiruan. Sementara pada bagian belakang kepala burung betina terdapat bulu jambul yang lembut. Paruh berwarna kuning pucat dan sekitar lubang hidung berwarna kehitaman.
Mata kuau berwarna hitam memiliki lingkaran luar yang berwarna merah. Warna kaki kuau juga kemerahan dan tidak bertaji.
Fauna ini adalah burung istimewa, terutama kuau jantan karena memiliki dua bulu utama di ekor sepanjang 1 meter. Bulu panjang ini tampak paling menonjol ketika ia sedang memamerkan keindahan bulu-bulu belakangnya, seperti membentuk kipas raksasa setinggi 140 cm.
Ketika kuau memegarkan ekor tersebut, akan terlihat mata-mata kecil. Biasanya, kuau jantan melakukan aksi tersebut pada saat ingin memikat para betina ketika musim kawin tiba. Aksi memegarkan ekor ini sepintas mirip seperti burung merak. Bedanya, kipas kuau raja berada di bagian tengah tubuh dan jika dipertontonkan, maka akan nyaris menutupi bagian kepala si jantan.
Mata-mata tersebut pula yang pada akhirnya membuat kuau memiliki julukan sebagai fauna ‘bermata seratus’. Nama tersebut diciptakan oleh Carolus Linnaeus (1707-1778), ilmuwan Swedia peletak dasar tatanama biologi, dengan nama Latin; Argusianus argus. Dalam bahasa Inggris satwa ini juga dikenal sebagai Great Argus.
Burung kuau raja memang unik. Ia tidak bisa terbang jauh namun ia adalah pelari yang cepat. Burung ini juga dapat berpindah tempat dengan melompat ke dahan-dahan pohon.
Fauna seratus mata ini adalah hewan yang dilindungi. Ia pun pandai menghindar dari bahaya karena penciuman dan pendengarannya yang tajam. Satu lagi, dia memiliki kebiasaan membuat sarang di permukaan tanah dan suka memakan buah-buahan yang jatuh dari pohon, biji-bijian, semut, dan berbagai serangga.
Kuau terkenal di dunia
Burung yang menjadi maskot Sumatera Barat ini mengeluarkan suara khas berbunyi ‘ku-wau’ berulang-ulang setiap 15 hingga 30 detik. Suaranya sangat keras dan bisa terdengar sampai jarak ratusan meter.
Berdasarkan Keputusan Menteri Dalam Negeri nomor 48 tahun 1989 tentang Pedoman Penetapan Identitas Flora dan Fauna Daerah, disebutkan bahwa kuau raja dan pohon andalas (Morus macroura) ditetapkan masing-masing sebagai maskot fauna dan flora identitas Provinsi Sumatra Barat (Sumbar).
Kuau raja jantan pun sempat diabadikan dalam perangko seri “Burung Indonesia: Pusaka Hutan Sumatera” pada 15 Juli 2009 dan dijadikan maskot Hari Pers Nasional 2018 yang dipusatkan di Padang, Sumbar, 8 Februari 2018.
Burung ini dikenal warga dunia ketika menjadi bagian dari ilustrasi gambar buku karya Charles Darwin, ‘The Descent of Man’ yang terbit pada 1874. TW Wood sebagai ilustrator, menggambarkan kuau raja sedang mengembangkan kipas raksasanya.
Sampel bulu kuau juga disimpan di Natural History Museum London. Bulu ini ditemukan pada 1871 ketika disematkan sebagai hiasan pada topi dari Hindia Belanda yang dibawa ke London. Hal itu diketahui dari hasil riset profesor konservasi Asia asal Newcastle University, Phillip McGowan pada 2009.
Kuau hewan yang dilindungi
Kuau raja adalah burung endemik kawasan hutan tropis Asia Tenggara. Selain di Sumatera, burung besar ini juga ditemukan di Semenanjung Malaysia. Habitat yang disukainya adalah hutan primer di dataran rendah hingga ketinggian 1.500 meter di atas permukaan laut. Burung betinanya hanya bertelur sebanyak dua butir tiap kali bereproduksi.
Burung ini hampir tidak memiliki musuh, namun kuau kini menjadi salah satu fauna yang terancam punah. Ancaman terbesar terhadap kelestarian di habitatnya adalah kerusakan hutan akibat pembalakan liar, kebakaran hutan, dan alih fungsi hutan.
Bisa Mendeteksi Gempa
ementara itu dikutip dari Antara, pada 2017 lalu Kepala Dinas Komunikasi dan Informatika Sumatera Barat, Yelflin Luandri, menyebutkan jika Kuau Raja bisa memprediksi terjadinya gempa bahkan tsunami.
Hal tersebut juga tertulis dalam buku Ensiklopedia Hewan Asli Indonesia Yang Punah. Disebutkan jika Kuau Raja bisa mengetahui akan terjadinya gempa besar yang akan terjadi dua hari kemudian.
Kendati tidak ada penelitian lanjutan akan hal ini, namun pada kedua sumber tersebut menyebutkan jika hewan tersebut memiliki insting. Peka saat merasakan gempa kecil sebelum munculnya bencana gempa besar. Sehingga unggas tersebut akan menunjukkannya dengan perilaku yang tidak biasa.
Hampir Punah
Belakangan diketahui jika Kuau Raja saat ini sudah mulai jarang ditemukan. Salah satu penyebab jarangnya hewan yang bersuara “ku-wau” setiap 15-30 detik ini adalah karena mereka merupakan hewan dengan sensitivitas tinggi saat terdapat aktivitas asing seperti perusakan hutan.
Bahkan Kepala Seksi Konservasi Wilayah II Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Sumbar Eka Damayanti menyebutkan jika di Sumatera Barat banyak aksi perburuan liar yang mengambil daging dan bulunya yang indah secara tak terkendali.
Untuk mencegah hal itu BKSDA Sumbar mulai melakukan penanganan serius, dengan melakukan pendataan sejak pertengahan 2018. Selain itu pihaknya juga menerbitkan payung hukum melalui Peraturan Pemerintah nomor 7 tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa. Kumparan Merdeka