dialek-bahasa-minangkabau

Dialek Bahasa Minangkabau, Sejarah & Penjelasannya – Part I

Mengutip blogger yang membahas tentang bahasa minang, kami menukilkan kembali kepada Sahabat Sari Bundo tetang dialek bahasa Minangkabau yang berbeda-beda untuk sebuah maksud yang sama, meski masih dalam akar rumpun kata yang sama.

Dialek bahasa Minangkabau sangat bervariasi, bahkan antar kampung yang dipisahkan oleh sungai sekalipun sudah mempunyai dialek yang berbeda. Perbedaan terbesar adalah dialek yang dituturkan di kawasan Pesisir Selatan dan dialek di wilayah Muko-Muko, Bengkulu.

Selain itu dialek bahasa Minangkabau juga dituturkan di Negeri Sembilan, Malaysia dan yang disebut sebagai Aneuk Jamee di Aceh, terutama di wilayah Aceh Barat Daya dan Aceh Selatan. Berikut ini adalah perbandingan perbedaan antara beberapa dialek bahasa minangkabau:

Dialek Bahasa Minangkabau

Bahasa Indonesia/ Bahasa Melayu: Apa katanya kepadamu?
Bahasa Minangkabau “baku”: A keceknyo jo kau?
Mandahiling Kuti Anyie: Apo kecek o kö gau?
Padang Panjang: Apo keceknyo ka kau?
Pariaman: A kate e bakeh kau?
Ludai: A kecek o ka rau?
Sungai Batang: Ea janyo ke kau?
Kurai: A jano kale gau?
Kuranji: Apo kecek e ka kau?

Ada beberapa dialek bahasa minangkabau yang berbeda dari satu daerah dengan daerah lainnya. Tidak ada perbedaan yang mendasar antara bahasa Minangkabau dengan Bahasa Indonesia baik dalam bentuk maupun tata bahasanya. Perbedaan yang terjadi hanya pada ejaan terutama dalam pemakaian Vowel.

a. Vowel a dan e dalam Bahasa Indonesia menjadi “o” dalam Bahasa Minangkabau.
Apa menjadi “Apo”.
Mana menjadi “Mano”
Petang menjadi “Patang”
Senja menjadi “Sanjo”
Tua menjadi “Tuo”

b. Penutur Bahasa Minang kadangkala menghilangkan suku kata diakhir sebuah kata. Misalnya:
Kemana menjadi “Kamano” dan diucapkan “kama”
Mengapa jadi “Mangapo” dan diucapkan “Manga”
Berapa jadi “Barapo” dan diucapkan “Bara”
Bagaimana jadi “Bagaimano” dan diucapkan “Baa”

c. Lihat contoh kalimat dibawah ini:
Apakah yang akan kamu kerjakan?
Dalam Bahasa Minangkabau menjadi a tu nan ka karajo ang
atau apa sebabnya maka ia lari?
menjadi ba a mangko inyo lari?

d. pada beberapa kata sambungan ada yang tidak dikenal akar silsilahnya seperti kata sambungan “jo”, misalnya dalam kalimat jo a wa ang ka mari? (dengan apa kamu kemari?). Perkataan jo disini memiliki arti dengan. Ada juga pengertiannya yang lain pada kalimat berikut “itulah jannyo hambo” (itulah kata hamba).

e. Dalam kata-kata kiasan (pantun), prosa dan puisi Minangkabau, penggunaan kata “jo” memiliki pengertian yang sangat besar. Perhatikan pantun berikut:

Anak urang di sungai lasiah
Nak mudiak ka Batang Hari
Mandaki jalan babelok
Manurun ka Bangka Hulu
Kok tasuo silang jo salisiah
Sarato banta jo ka lami
Dibaiki sajo jo nan elok
Itu banamo urang panghulu

f. Dalam bahasa Minangkabau, ada huruf mati yang dihilangkan atau dipertukarkan, misalnya dalam perkataan habis. huruf h dihilangkan dan huruf s diganti dengan huruf h sehingga menjadi abih, manis menjadi manih, hangus menjadi anguih.

Ada juga beberapa daerah menghilangkan r pada suku kata kedua, umpamanya garam menjadi ga-am, beras menjadi bareh atau ba-eh dan sebagainya.

g. Di daerah Pariaman, suku kata atau perkataan “nya” diganti dengan huruf hidup e. umpamanya kapan dia kemari? menjadi bilo wak e kama-i?, roman apa romannya menjadi coman a coman e.

h. Dalam bahasa Minangkabau ada bunyi majemuk yang terdiri dari vokal u dan a (ua), u dan i (ui) i dan e (ie) a dan i (ai). Vokal kedua dalam bunyi majemuk itu pendek sekali dan kurang sempurna bunyinya, disebut dengan vokal pelancar. Vokal ini seharusnya dinyatakan dengan vokal yang bertanda (pepet) di atasnya.

Sumber: Warga Asrama Bundo Kandung, Nurfitri Elyondri, 2008

Related Posts

Leave a Reply