Budayawan: Belum Ada Kepala Daerah Sumbar Serius Tanggapi Masalah Adat dan Budaya

Covesia.com – Pada tahun 2020, masyarakat Provinsi Sumatera Barat bakal memilih pemimpin mereka untuk lima tahun ke depan. Pemilihan kepala daerah (Pilkada) itu dilangsungkan serentak di sembilan Provinsi di Indonesia.

Total, ada 270 daerah yang melakukan pemilihan dengan rincian sembilan gubernur, 224 bupati dan 37 walikota.

Khusus pemilihan gubernur Sumbar, kajian tentang adat dan budaya menjadi sorotan bagi pemerhati budaya dan adat Minangkabau, Musra Dahrizal Katik Rajo Mangkuto untuk para kandidat.

Budayawan yang akrab disapa Mak Katik itu menilai, hingga saat ini belum ada satupun kepala daerah yang menjadi budaya dan adat sebagai pembicaraan penting di tengah masyarakat dikenal kental dengan adat dan budayanya.

“Itu sejak kepemimpinan Harun Zain, Azwar Anas, Hasan Basri Durin dan Muchlis Ibrahim, Saya kenal baik dengan mereka. Namun belum ada satu pun pembicaraan tentang kajian adat dan budaya yang menjadi fokus mereka, dan itu berlanjut hingga ke pemimpinan gubernur sekarang,” ujar Mak Katik kepada Covesia.com melalui sambungan telepon, Kamis (20/6/2019).

Pria kelahiran Batipuah, Tanah Datar, Sumatera Barat itu mengutip contoh kecil dari permasalahan adat di tengah masyarakat yang tidak mendapatkan tanggapan dari pemerintah provinsi, yakni terkait penataan pelaminan pada prosesi pesta perkawinan ala Minangkabau (Baralek Gadang) yang dinilai Mak Katik telah menyalahi ketentuan.

“Kami mengusulkan kepada Dinas Kebudayaan Sumbar untuk membuat surat edaran, waktu itu di masa bapak Taufik Effendi sebagai kepala dinasnya. Sampai sekarang belum teralisasi. Baru sebatas surat edaran, bukan perda yang kami minta. Sudah hampir 10 tahun masa kepemimpinan Gubernur sekarang, ini artinya Pemprov kurang pemahamannya,” ungkap Mak Katik.

Dibandingkan dengan adat dan budaya di pulau Jawa, Mak katik mengatakan pemerintahnya sangat mendukung dan menerapkan nilai-nilai budaya kepada masyarakat, terutama melalui pendidikan.

“Seluruh Gubernur, Bupati dan Walikota yang sudah menjabat, mereka bercerita adat (Minangkabau) dengan logat Bahasa Indonesia, beda dengan di pulau Jawa yang Mak Katik temui. Selama 33 hari berkeliling di sana, mereka berbicara adat (Jawa) menggunakan logat bahasa daerah mereka, tidak peduli apakah yang mendengarkan itu orang Banten, Sulawesi, Minang maupun Kalimantan. Begitu seriusnya mereka melestarikan adat dan budaya.”

“Seandainya itu juga diterapkan dengan keseriusan pemerintah kita, cukup dengan surat edaran saja, maka akan sangat membantu kami para budayawan Minang dalam memperkenalkan adat dan budaya kepada generasi penerus,” terang Budayawan yang pernah menjadi dosen tamu untuk University of Hawaii, Manoa, Amerika Serikat.

Mak Katik berharap, siapa pun kandidatnya pada pilkada Sumbar 2020 nanti, harusnya betul-betul memahami tentang adat dan budaya Minangkabau.

Jelang Pilkada 2020, sejumlah nama sudah mulai mencuat ke bursa bakal calon Gubernur dan Wakil Gubernur Sumbar. Mulai dari Wakil Gubernur Sumbar, Nasrul Abit, Jubir BPN Prabowo-Sandi Andre Rosiade hingga Walikota Padang yang baru saja dilantik Mahyeldi Ansharullah.

Related Posts

Leave a Reply