Bakajang tradisi masyarakat gunuang malintang sumatera barat

Bakajang, Tradisi Lebaran Urang Gunuang Malintang Jadi Nominator API Award 2021

Namanya bakajang. Sebuah tradisi unik dari Minangkabau yang jarang terekspos. Kajang jika diartikan ke dalam bahasa Indonesia berarti sampan atau perahu. Bakajang berarti berperahu atau bersampan dalam beraktifitas.

Sedangkan tradisi bakajang sendiri merupakan sebuah budaya turun temurun yang dirayakan oleh masyarakat Nagari Gunung Malintang, Kabupaten Lima Puluh Kota. Biasanya diselenggarakan saat idul fitri tiba sekitar tanggal 1-5 Syawwal.

Masyarakat setempat akan membuat perahu hias dan menaikinya sambil mengarungi sungai Batang Mahat. Kemudian mereka akan saling mengunjungi untuk bersilaturahmi seperti layaknya muslim di Indonesia merayaka idul fitri.

Tahun ini tradisi Bakajang Masuk Nominasi Kategori Cultural Attraction Anugerah Pesona Indonesia (API) Award 2021 yang diselenggarakan di Musi Banyuasin, Sumatera Selatan.

Kegiatan Bakajang bertujuan meningkatkan silaturahmi antara anak kemenakan dari empat suku yang ada di jorong nagari Gunuang Malintang tersebut.

Adapun keempat suku yaitu Suku Domo Jorong Koto Lamo yang dipimpin Datuak Bandaro, Suku Melayu Jorong Batu Balah yang dipimpin Datuak Sati, Suku Pagar Cancang Jorong Boncah yang dipimpin Datuak Paduko Rajo.

Selain itu, ada juga Suku Piliang Jorong Koto Masjid yang dipimpin Datuak Gindo Simarajo. Hadir juga petinggi adat nagari serta bundo kanduang dan Pemkab di Balai Nagari Gunuang Malintang.

Di aliran Batang Mahat (Maek, red) sebanyak lima buah perahu sudah disulap para pemuda di empat Jorong menjadi kapal berkuran besar. Kapal-kapal tersebut dirancang berbagai bentuk, menyerupai kapal veri. Guna merangkai kapal-kapal itu, para pemuda menyebut, menghabiskan biaya hingga mencapai Rp 12-15 juta per unitnya.

Acara alek Bakajang, merupakan warisan nenek moyang yang terus digalakkan masyarakat hingga sekarang, terutama anak muda.

Jika ditelisik dari perjalanan sejarah serta bahasa, Bakajang memiliki dua pengertian, yakni perahu dan pembaharuan. Perahu, katanya, merupakan alat transportasi nenek moyang warga Gunuang Malintang yang tinggal di pinggiran Batang Maek, pada zaman dulu.

Sedangkan, pembaharuan, diartikan sebagai kegiatan memperbaharui silaturrahmi antara mamak dengan kemenakan serta anak nagari, yang digelar setiap awal bulan Syawal atau setelah Hari Raya Idul Fitri.

Referensi: KabarSumbar

Related Posts

Leave a Reply