Asal Usul Adat Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah (1)

Asal Usul Adat Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah (1)

Adat basandi Syarak-Syarak basandi Adat, embrionya diprakarsai oleh Syekh Burhanuddin, yaitu seorang ulama Minangkabau yang mengembangkan Islam di Ulakan (sekitar abad ke 17 M). Inspirasi ini diterimanya ketika ia berguru dan belajar pada Syekh Abdur Rauf as-Singkel di Aceh.

Seperti diketahui bahwa Minangkabau memang telah cukup lama memeluk Islam, bahkan ada catatan sejarah yang menyebutkan negeri ini memeluk Islam pada awal Islam tersebut dikembangkan oleh pedagang Arab yang singgah di negeri ini (abad ke 7 M). Akan tetapi dalam kenyataan baru tahun 1560 M ada raja Minangkabau yang memeluk Islam, yang sekaligus memakai nama Sultan Alif. Maka kita dapat membuat benang merah bahwa rakyat Minangkabau lebih dulu menganut Islam dari rajanya sendiri.

Tambo alam Minangkabau menghikayatkan bahwa sebelum adanya kerajaan Pagaruyung yang dipimpin oleh Adityawarman, masyarakat Minangkabau telah dipimpin oleh dua bersaudara (berlainan bapak), yaitu Datuk Ketumanggungan dan Datuk Perpatih nan Sebatang. Masing-masing mereka dalam mengatur pemerintahan; Datuk Ketumanggungan dengan sistem Koto Piliang, dan Datuk Perpatih nan Sebatang memakai sistem Bodi Caniago. Dua sistem tersebut populer disebut Lareh nan Duo.

Kedua kelarasan ini melahirkan aturan-aturan Adat yang kemudian menjadi pandangan hidup mereka, yang didasarkan pada ketentuan nyata yang terdapat dalam alam pikiran yang tertuang dalam filosofi Alam takambang jadi guru. Sejalan dengan filsafat tersebut maka Adat Minangkabau dengan segala sistem dan struktur masyarakatnya telah ada sebelum Islam masuk. Dan bagi orang Minangkabau, Adat adalah merupakan kebudayaan secara utuh, akan dapat berubah-ubah seperti filosofi yang mereka anut tersebut.

Digambarkan Adat Minangkabau sebelum Islamisasi telah terjalin hubungan erat antara lembaga keagamaan (surau) dengan kerajaan Pagaruyung sebagai pusat kekuasaan. Jalinan ini tampak dipertegas dengan didirikan surau besar di zaman Adityawarman tahun 1356 M, di kawasan Bukit Gombak. Surau besar yang didirikan oleh Adityawarman tersebut, adalah tempat mempelajari agama Hindu-Budha, yang saat itu menjadi agama sebagian besar masyarakat Minangkabau.

Pula, surau selain menjadi tempat mempelajari agama tapi juga merupakan asrama bagi anak-anak muda. Di sini mereka melaksanakan pertemuan untuk membicarakan Adat. Kita mengenal akan pepatah syarak mangato, adat mamakai, maksudnya syarak memberikan fatwa, adat melaksanakannya. Sehingga agama dan adat menjadi identitas orang Minangkabau. Aiblah bagi orang Minangkabau bila ia tidak beragama.

Syekh Burhanuddin, kembali dari Aceh segera menyebarkan agama Islam dengan gencar, walaupun menurut catatan sejarah orang Minangkabau telah di-Islamkan oleh para pedagang Arab. Akan tetapi Syekh Burhanuddin adalah ulama pertama yang mengembangkan agama Islam dengan sistem pendidikan surau

Sebagai ulama besar yang giat menyebarkan Islam dengan sistem pendidikan surau itu, bukanlah berarti Syekh Burhanuddin tidak mendapat tantangan dari pihak lain di Minangkabau, khususnya dari kaum Adat yang merasa keberadaan mereka merasa tergusur.

Namun berkat kejelian dan bantuan dari saudara-saudara seperguruannya, Syekh Burhanuddin “kecurigaan” dari kaum Adat tersebut dapat dinetralisir. Syekh Burhanuddin bersama keempat temannya segera mendatangi Basa Ampek Balai, yang merupakan kekuasaan tertinggi dalam tampuk pemerintahan di Minangkabau.

Dari pertemuan Syekh Burhanuddin dan empat orang temannya yang mewakili pihak ulama dengan Basa Ampek Balai di Bukit Marapalam- Puncak Pato- terciptalah kesepakatan Adat basandi Syarak-Syarak basandi Adat. Dengan inspirasi inilah kemudian pada zaman Paderi kembali dikukuhkan kesepakatan tersebut (1837). (bersambung … 2 ) sumber

Related Posts

Leave a Reply